May I Refer to It as A Good Day in Tangkahan?

After a long night staying awake in the middle of palm oil plantation, suffering from massive back pain, struggling with fatigue and drowsiness, we decided to go back to Medan. But wait, let’s take the other way, the way with the sign to Tangkahan.
Yes, we had a very bad night in Tangkahan. But, what about the next day? May I refer to it as a good day in Tangkahan?
Di persimpangan yang malam sebelumnya kami memilih untuk belok kanan, kami sekarang memilih untuk berbelok ke kiri. Sudah nggak mungkin lagi kami menyalakan google maps.
Jalannya sudah bagus, ikut aja itu jalan yang ke kiri.”
Begitu si Andri mengulang kalimat si Bapak yang kami tanya tadi. Sekali lagi saya memandang sinis petunjuk arah ke Ecowisata Tangkahan yang saya kira jalur evakuasi. Gara-gara eluuu. Dibikin pake neon kek, atau lampu LED kerlap-kerlip.

Jalanan menuju Ecowisata Tangkahan kali ini terlihat lebih memberikan harapan untuk kami, empat pemuda yang kelelahan terjebak di jalanan berlumpur semalaman. Jalanan ini, yang meskipun masih dipenuhi tanah berkerikil, tapi CRV si Andri masih enak aja buat babat habis. Kanan-kiri jalan pun beberapa kali kita temui warga, dengan senyum ramahnya yang terbaca bagi kami seperti mengejek, seolah-olah terbaca di pikiran kami, “Kok nggak baca petunjuk jalan kelen? Dah bagus-bagus kaaan kami buat. Malah asik kelen main lumpor semalaman.”
Tak sampai setengah jam dari simpang lucknut tadi, disambutlah kami dengan plang berwarna putih yang nampak sudah aduhai reot karena sebagian sudah karatan,
“SELAMAT DATANG DI EKOWISATA TANGKAHAN, BATANG SERANGAN”
Entah kenapa plang ini terlihat sangat lucu bagi kami, yang saling cekikian menertawakan petualangan satu malam menerjang jalanan berlumpur.

Kami mulai banyak menemukan penginapan di sepanjang jalan, sebagian besar, cottage dengan nuansa coklat kayu-hijau daun-dan warna-warna lain yang asliii bikin mata seger.
Hampir jam 9 dan kita langsung menuju tempat pemandian gajah! Karena kata abang-abang ini, jadwal memandikan gajah sekitar jam 8.00-9.00an setiap pagi, dan sore sekitar jam 15.00an. Dua kali setiap hari ini pun kalau Ekowisata Tangkahan lagi rame pengunjung. Agak-agak pesimis juga karena sepanjang jalan, penginapan-penginapan ini terasa sepi. Nggak nemu tanda-tanda kehadiran pengunjung lain.
Salah satu momen pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan gajah adalah saat memandikan ini. Walaupun katanya bisa juga menunggangi gajah keliling hutan. Kasian nggak sih kalo sampe nunggangin gajah untuk wisata gitu? Pernah baca-baca di beberapa artikel campaign untuk menolak nunggangin gajah dengan keperluan wisata/atraksi.
Mobil menepi, ada sebuah bangunan bercat kuning pucat nampak sepi. Seharusnya, di sini tempat kita bisa beli tiket untuk menyaksikan gajah dimandiin. Apa tutup ya?
Betul aja, bahkan kantornya tutup, nggak ada orang.
Peta Ekowisata Tangkahan
Sudah boleh bikin emoji sedih disini?
Saya diajak untuk turun ke sungai, ke tempat biasa gajah-gajah dimandikan. Sepi memang, selain kami tak ada satu pengunjung atau penduduk yang bisa kita tanyai. Atau memang tutup karena pandemi kah?
Captured by: @artdhyasta
Tau jembatan adu rayu? Tau kan video clip Adu Rayunya Tulus, alm. Glenn Fredly, sama Yovie Widianto? Yoi, memang take videonya di Tangkahan. Karena tak ada tanda-tanda manusia lain di tepi sungai tempat biasa gajah-gajah dimandikan, kita menuju jembatan ini aja. Di ujung jembatan ini tempat kandang gajah, jadi yaa, meskipun nggak bisa berinteraksi langsung, masih bisa dadah-dadah sama gajah dari kejauhan.
Nggak jauh sebelum kami sampai di jembatan, kami ketemu beberapa warga yang kami ajak ngobrol. Orang-orangnya ramah, dan dengan berat hati kasih info kalo sejak pandemi memang interaksi gajah dengan pengunjung sangat dibatasi.
Boleh lah ya saya bikin emoji sedih sekarang? / Iya, boleh.
😦
Bapak-bapak ini ternyata pawang gajah. Waktu mandiin gajah saat pandemi hanya pada sore hari. Itupun di sisi sungai yang lain, agar tak ada atraksi untuk berinteraksi dengan gajah.
Captured by: @andrisatriaa
Dari atas jembatan, betul kita bisa melihat beberapa gajah di sekitaran kandangnya. Lokasinya tepat di sisi lain tempat biasanya gajah dimandikan.
Gajah di Tangkahan
Dibikin happy aja!
Karena badan sudah kelewat capek, mata sudah berat, badan udah anget karena kurang tidur, yasudah lah kita ke penginapan aja. Yang udah dibooking satu malem tapi ditempatin kurang dari tiga jam saja karena udah hampir jam 10 saat kami tiba di Green Forest Tangkahan. Ini penginapan kita yang seharusnya… hmmm… kita jadiin tempat nginep untuk istirahat, recharging energy before exploring Tangkahan.
Kami booking satu cottage tak sampai 180 ribu semalam yang atapnya memanjang sampai hampir menyentuh tanah, bertengger di ketinggian ke arah sungai, menghadap hutan. Satu cottage seru ini berisi satu ranjang queen bed, dan satu single bed. Kamar mandi semi outdoor di sisi lain pintu masuk. Dan sebuah teras kecil melengkapi waktu istirahat kami yang tak sampai tiga jam.
Penjaga penginapan yang minta dipanggil Siges, menyambut kami, dan langsung bikin beberapa porsi Indomie kuah dan kopi pahit.
“Abang mau jumpa gajah?” Bang Siges membuka obrolan. Belum sempat membalas, “Kalau mau jumpa gajah bisa Bang. Tapi kalau beruntung sih. Nggak ada salahnya dicoba udah jauh-jauh sampe sini juga.”
Kami saling bertukar pandang.
“Serius Bang? Katanya gajahnya nggak bisa ketemu pengunjung?” Bang Asta mewakili respon dari kami.
“Ini jamnya gajah lagi keliling masuk hutan Bang. Nanti sore, rutenya lewat sungai bawah situ Bang. Depan cottage Abang persis.”
Mulai muncul senyum simpul di ujung bibir manis berkumis tipis kami masing-masing.
“Jam berapa Bang?” Saya menimpali.
“Yaa, sore Bang. Nggak tentu. Abg stand by aja di tepi sungai dari jam tiga. Biasanya jam-jam segitu sampe jam 4 lebih lah lewat. Tapi belum tentu ya Bang. Kadang bisa juga lewat jalur lain.”
“Wah tapi kita kan nginep cuma semalem Bang. Ini kena charge apa cemana nanti? Kalo boleh kita bayar setengah lah Bang. Ya, sekalian kami istirahat Bang. Nggak tidur kami semalaman karena nyasar.”
“Nggak papa, pake aja kamar Bang. Nggak usah nambah. Lagi sepi kali juga pun Bang. Nggak ada tamu lagi.”
Bang? Dah boleh aku taro emoji terharu di sini?
Akhirnya setelah perut terisi Indomie kuah panas plus telur, saya pun pules hajar empat jam tidur.

Jam 14.00 saya kebangun, badan masih pegel-pegel, sebenernya masih ngantuk, dan bakal lanjut tidur kalo nggak inget bentar lagi waktunya kami mencoba peruntungan menghadang kawanan gajah dari tepi sungai.
Bang Siges pun ikut nemenin kami turun ke tepi sungai. Ada jalan setapak untuk turun ke sungai. Di tepinya pun ada lahan rerumputan yang cukup luas. Air sungai lagi tinggi, memang curah hujan sedang tinggi-tingginya. Sudah kan saya cerita kalau di Medan bahkan sedang banyak daerah kena banjir? Ada di tulisan saya saat semalaman berkelana di jalanan penuh ranjau di tengah perkebunan sawit.
Di tepinya pun, air bisa sampai sebetis bahkan lebih. Celana pendek langsung basah sebagian bawahnya. Arus air terasa deras, dan langsung menggagalkan rencana untuk lepas baju dan nyebur ke sungai. Keputusan tepat untuk tidak masuk ke headline koran, “Mandi-Mandi di Tangkahan. Tak Jadi Jumpa Gajah Seorang Pemuda Malah Hanyut.”
Captured by: @goklasbobo
“Tuh Bang!” Bang Siges memecah keramaian kami.
Satu jam lebih kami menunggu sambil berkecipak-kecipuk main air, dari arah hulu sungai yang mengalir deras, mulai terlihat sekawanan gajah berjalan pelan menerjang arus. Saya mulai menghitung, satu.. dua.. tiga.. ADA TIGA! Ada tiga gajah besar yang masing-masing seorang pawang duduk di punggungnya, dan dua gajah kecil yang setia mengikuti induknya.
Suara riuh kami becanda tiba-tiba lenyap tertelan kagum, hanya terdengar suara arus sungai. Semakin dekat kami dengan gajah-gajah ini, semakin nampak jelas hewan-hewan berukuran besar ini berjalan pelan, memainkan permukaan sungai dengan belalai-belalai panjangnya. Belalainya bergerak maju mundur mengikuti irama jalannya. Semakin dekat, dan baru kali ini saya bisa berdiri sedekat ini dengan gajah-gajah yang bisa bergerak bebas, tanpa kerangkeng juga tanpa rantai yang mengikat (gajah, bukan saya yang diikat ya).
Bang Siges ngobrol sebentar dengan beberapa pawang yang sedari tadi duduk di punggung para gajah. Berdiskusi sebentar, “melobikan” kami tamu-tamu penginapannya yang ingin sebentar berfoto dengan gajah-gajah ini.
Tiga gajah besar ini pun menepi ke tepi sungai. Daaan, membiarkan kami sebentar hanya berfoto dengan gajah-gajah ini. Terima kasih banyak!
Setelah perjuangan berat melewati semalaman di tengah perkebunan sawit penuh keluhan, akhirnya kami menutup perjalanan kami di Tangkahan dengan senyuman.
Perfectly captured by: @goklasbobo
So…
May I refer to it as a good day in Tangkahan?
Yes!

2 thoughts on “May I Refer to It as A Good Day in Tangkahan?

  1. Terima kasih, Mas Akbar. Ikut menyimak perjuangan menuju sekolah Gajah di Tangkahan.
    Izin menyimak blog apik ini. Terpikat dengan wisata India Utara dan Norwegia.
    Semoga ditulis menjadi buku ya, Mas Akbar.
    Sukses selalu, salam.

    Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.