Mengejar Taj Mahal

30 September 2017 – Delhi, Agra
Dari perjalanan kami dengan tujuan utama ke Ladakh, kami menyisakan dua hari terakhir untuk berkunjung ke main attraction-nya India. Ibarat bule kalo ditanya tentang Indonesia, yang pertama kali terlintas di kepala mereka adalah Bali. Seperti bule-bule tadi, kami juga ingin mengunjungi Taj Mahal.
Dalam hati saya sebetulnya saya agak aras-arasen, bahasa gaulnya “ogah ogahan”, buat menelusuri Delhi lebih jauh sampai Agra. Kebayang bakal gimana macetnya, semrawutnya, panas, dan scam yang terkenal merajalela.
Pesawat kami landing di Terminal 3 bandara Indira Gandhi sekitar jam setengah 12 siang setelah menempuh hampir 2 jam terbang dari Leh. Yang pertama kali kami tuju adalah counter Vodafone di dekat pintu keluar terminal kedatangan. Yang mau baca-baca tentang cara internetan di India silakan mampir di tulisan saya tentang internetan di India ya.
Setelah urusan internet beres (not completely, karena kami harus nunggu empat jam dulu buat bisa mengakses internet), kami bengong dulu lama setelah keluar dari pintu kedatangan. Jaket yang selama perjalanan 10 hari di Ladakh hampir nggak pernah saya lepas, langsung saya copot. Belum, belum kerasa panas. Sisa-sisa AC dari dalam terminal bandara masih ketinggalan di badan kok. Cuma saya tahu, kalo saya pake terus nanti bakal kepanasan, jadi mending saya copot pas belum ribet.
Tujuan kami adalah menuju stasiun Hazrat Nizamuddin (H. Nizamuddin), dan pilihan terakhir adalah menggunakan taksi. Karena kami masih punya waktu sekitar tiga jam untuk kesasar, jadi kami memutuskan untuk tidak menggunakan taksi. Akhirnya kami melihat stasiun metro, cukup nyebrang untuk sampai ke stasiun ini.
Sebelum membeli tiket, saya melihat peta jalur metro, saya foto untuk mempermudah kami, karena kami belum bisa internetan. Setelah kami cari lebih detil, ternyata stasiun H. Nizamuddin tidak berada di jalur metro, stasiun metro yang terdekat dengan stasiun H. Nizamuddin adalah stasiun Ashok Nagar (well, jangan diikutin rute ini kalo mau ke stasiun H. Nizamuddin, karena kami beneran nyasar gara-gara menuju stasiun Ashok Nagar, jadi stasiun mana yang bener? Ayok saya ceritain pelan-pelan). Jadi untuk sampai di stasiun Ashok Nagar, dari stasiun bandara ini kita harus menuju stasiun New Delhi terlebih dulu. Tiket kereta apinya hanya Rs. 60! Atau sekitar 12 ribu Rupiah. Murah banget, dengan kereta api yang cepet dan nyaman. Jaraknya juga jauh padahal, sekitar 30 menit. Ntah kenapa kereta api bandara di Indonesia mahal.
Yak, ini peta yang menyesatkan kami ke Ashok Nagar. Coba kamu perhatikan peta ini, udah ketemu belum stasiun H. Nizamuddin? Kalo udah, cari stasiun metro terdekat, kamu pasti setuju dengan saya kalo stasiun terdekatnya adalah stasiun Ashok Nagar.
Untuk menggunakan metro di Delhi, nggak tersedia semacem tourist card gitu, jadi harus ngantre tiap mau naik kereta. Pembelian tiketnya masih manual, untuk beberapa stasiun bahkan harus ngantre panjang. Loketnya masih dilayani oleh manusia, lalu tiketnya berupa token berbentuk bulat yang nantinya kita tap saat masuk ke portal, lalu saat keluar token tadi kita masukkan ke dalam semacam lubang koin pada saat keluar portal. Kamu familiar dengan mass transport di Kuala Lumpur? Nah, you won’t find Delhi Metro difficult.
Sampailah kami di New Delhi Station. Karena masih jam 12 lebih, kami mau keluar dari stasiun dulu, mau cari makan dan cari mesjid. Saat kami akan keluar stasiun, kami melihat papan penunjuk Cloak Room. Sempet bingung naik turun karena lokasinya yang ternyata nyempil. Untungnya Bang Ikhsan yang begitu well prepared bawa satu ransel kecil. Jadi kami sepakat membawa barang-barang yang penting aja, buat nginep satu malem di Agra, kami masukin ke ransel dia, lalu dua ransel besar, kami titipkan di Cloak Room. Mereka minta Rs. 400 untuk dua tas.
Begitu kami keluar stasiun, suasananya mirip kayak keluar dari stasiun senen, persis ada terminal di depannya. Panas, lembab, polusi. Kami masih berencana buat cari makan di dekat sini, jadi kami sempet muter-muter keluar stasiun. Sepanjang jalan saya kekep tuh tas slempang saya, beneran was was.
Dan apakah kami dapat makan siang? Nope. Berjejer makanan yang mencurigakan hygiene-nya, jadi kami memutuskan untuk menunda makan dan ngelanjutin perjalanan aja. Untuk menuju stasiun Ashok Nagar, dari stasiun New Delhi kami harus ambil kereta api di yellow line untuk transit dulu di stasiun Rajiv Chowk. Dari stasiun Rajiv Chowk kami lanjut pakai blue line dan memastikan kalo kereta api kami tujuan akhir adalah Noida City Center, karena blue line route memiliki dua tujuan, satu ke Noida City Center, satu lagi ke Vaishali. Agak lama juga kami berada di jalur yang salah ini, sampe kami berinisiatif buat nanya ke orang, mana tau ada jalur yang lebih deket. Saya tanya tuh, ada Mas Mas di sebelah saya. Dan jidatnya mengerut, dia bilang rumah dia di sektiar stasiun Ashok Nagar, tapi dia yakin banget kalo di sekitar sana nggak ada stasiun H. Nizamuddin. Dan dia merekomendasikan kami buat puter balik. Agak ragu sebenernya karena di peta kami beneran H. Nizamuddin itu paling deket sama stasiun Ashok Nagar. Dan akhirnya kami turun di stasiun terdekat. Kami puter balik dan kami tanya ke loket penjualan tiket sekalian. Dan untuk menuju H. Nizamuddin dengan Metro Delhi adalah turun di stasiun Indraprastha. Nah, dari stasiun Indraprastha, kami naik thukthuk, atau dalam bahasa kita, bajaj. Kami cukup lama eyel eyelan harga, dan memang harus begini buat cari harga murah di India. Dan berakhir dengan cara klise: pura-pura menjauh sambi pasang kuping kalo akhirnya si driver thukthuk setuju dengan harga kita. Berhasilkah? Yes! Hahahaha. Lucunya, kami berdua digabungin sama penumpang lain yang punya tujuan sama, macem Grab Hitch aja nih, nggak mau rugi.
Sampai di stasiun H. Nizamuddin masih jam setengah 2. Jadi kami keliling dulu buat cari makan siang, termasuk dapet sari jeruk, asli seger banget, spring in the middle of the desert.
Stasiun H. Nizamuddin ini rame banget, tumpah ruah manusia. Tapi ada monitor informasinya kok, jadi jangan khawatir. Tinggal cek ada di jalur berapa kereta kamu, lalu cek kereta apinya, cari gerbong, dan cari seat. Untuk lengkapnya tentang perkeretaapian di India, bisa mampir di sini ya.

This slideshow requires JavaScript.

Jam 3 tepat kereta api kami berangkat on time. Kami pesan seat berth, jadi kami bisa tidur sambil selonjoran. Sekitar jam 4 saya dapet SMS, jadi udah 4 jam ternyata dari pas tadi saya ngeaktivin SIM Card Vodafone, dan bisa internetan!
Perjalanan dari New Delhi ke Agra kami menaiki kereta Goa Express yang merupakan kereta api jarak jauh sampai di Goa sana. Kalau sampai Agra aja, cukup 2 setengah jam. Jadi kereta api nggak banyak berhenti selama di perjalanan.

This slideshow requires JavaScript.

Di stasiun Agra, kami sudah janjian dengan Jwala, driver thukthuk yang disuruh jemput kami oleh Hotel yang sudah kami reserve sebelum sampai di Agra, Hotel Kamal. Jwala lancar berbahasa Inggris, hasil dia belajar sendiri, modal ngobrol nekat dengan turis yang naik ke thukthuknya.
Untung kami sudah dijemput Jwala, kalau enggak kami bakal diburu oleh banyak sopir-sopir mencari mangsa. Nggak jauh beda sih kayak di Indonesia, turun dari bus, keluar dari stasiun, juga diserbu calo-calo kendaraan. So, be careful.
Sepanjang perjalanan ini saya melihat India yang luar biasa semrawut, lebih parah dari Delhi. Mungkin karena Delhi kota besar, jadi lebih lumayan teratur transportasinya. Di Agra sapi berkeliaran di tengah jalan, banyak persimpangan biarpun sudah ada lampu merahnya, tetep aja macet karena banyak yang nerobos. Yang paling bikin kaget, polisinya! Kemana-mana nenteng pentungan dari kayu panjang, bukan cuma buat nakut-nakutin, tapi beneran buat mentung. Termasuk si Jwala nih. Pas ada persimpangan dia nerobos lampu merah, langsung pas ada kesempatan, salah seorang polisi lari ngedektin thukthuk kami, dan kena gebuk si Jwala beberapa kali. Gebukinnya pun nggak cuma sekali. Sampe jeans si Jwala ini robek. Anehnya si Jwala ini nggak berhenti ngumpat ngumpat, jelek-jelekin polisi di negaranya karena jeansnya ini sobek. Dalam hati saya sih, ya salah dia sendiri yang nerobos lampu merah.
Sepanjang jalan saya lihat ada mobil-mobil pick up yang bawa setumpuk speaker, dan beberapa bahkan sudah dinyalain, nyetel musik musik khas India kenceng-kenceng. Kata Jwala lagi mau menyambut festival untuk besok.
Kami mauk ke jalan-jalan kecil. Lewat rumah-rumah penduduk kumuh, kotor, bau. Dan ketika belok, kendaraan-kendaraan termasuk Jwala, bukan ngerem, tapi ngelakson. Mereka maunya dimengerti, tapi nggak  mau mengerti. *halah
Kami sampai di Hotel Kamal. Hotel kami lokasinya dekat banget dengan Taj Mahal. Cukup jalan kaki nggak sampai 10 menit sampai di salah satu gerbang masuknya. Di sekitar hotel kami sudah dibangun tenda-tenda, speaker-speaker besar mulai ditumpuk di beberapa tempat, toa-toa sudah nyetel lagu kenceng-kenceng. Pas chek in di hotel, kami sampe harus teriak-teriak.
Sudah gelap, jadi setelah kami masuk ke dalam kamar, kami langsung keluar untuk cari makan malem. Kami keliling agak jauh sekalian mau cari oleh-oleh mana tau ada yang naksir. Agak jauh kami muter-muter, dan akhirnya makan di salah satu tempat makan yang kelihatannya bersih, karena sebagian besar tempat makan yang kami lewatin tempatnya kotor. Saya pesan nasi goreng ayam. Nasi goreng saya berminyak banget, sampe kalo piring dimiringin, minyaknya turun semua kayak kuah. Ini pertama kalinya saya traveling tapi malah pingin pulang. Nggak betah banget dengan suasana Agra. Di tambah lagi sepanjang malem pas saya tidur, speaker-speaker besar yang dari tadi disusun bertumpuk, lalu toa toa yang dipasang di persimpangan-persimpangan jalan muter lagu kenceng banget. Orang-orang mulai rame ngumpul dan pada joget joget. Saya nggak bisa tidur. Berjam-jam saya coba merem, tapi berisiknya lagu-lagu dari luar hotel bikin saya nggak tidur tidur. Ya sudah, akhirnya saya ambil headset dan pasang Windy. Baru deh saya bisa tidur.

This slideshow requires JavaScript.

1 Oktober 2017 – Agra, Delhi
Pintu gerbang untuk mengunjungi Taj Mahal dibuka tepat jam 6 pagi. Tapi untuk mengantre di loket untuk membeli tiket sudah bisa dimulai sejak jam 5 pagi. Ingin hati kami mulai ngantre sepagi mungkin, biar bisa masuk ke Taj Mahal saat sepi. Ya tetep rame sih, cuma Taj Mahal belum dibanjiri pengunjung. Tapi karena kami harus sholat subuh dulu, jadi kami berangkat menuju Taj Mahal setelah sholat subuh.
Masih mengantuk karena semalaman susah tidur akibat pada gedombrengan, saya paksakan mandi dulu biar seger. Tapi air di Agra nggak kayak di Ladakh yang dinginnya nyampe memilih buat nggak usah mandi. Di Agra airnya anget dan nggak seger. Nggak nyangka, post travel blues-nya Ladakh langsung kerasa begitu sampai di Agra. Hahahha.
Click here to read all my stories from Kashmir to Ladakh
Taj Mahal memiliki tiga pintu masuk. Barat, Timur, dan Selatan. Untuk pintu Barat dan Timur buka dari jam 6 pagi sampai jam 6 malam, kalau pintu Selatan buka dari jam 8 pagi. Untuk pintu Barat, tiket dijual dekat pintu masuk, untuk pintu Timur, tiket dijual sekitar 750 meter dari pintu masuk, sedangkan untuk pintu Selatan, pintu dijual di dekat pintu masuk. Karena kami datang pagi-pagi setelah sholat subuh, kami menuju pintu Barat yang loket tiketnya ada di dekat pintu masuk. Dari website harga tiket untuk mengunjungi Taj Mahal adalah: untuk warga negara India hanya seharga Rs. 40, atau sekitar 8,000 Rupiah, untuk warga negara SAARC (South Asian Association for Regional Cooperation) dan BIMSTEC (The Bay of Bengal Initiative for Multi-Sectoral Technical and Economic Cooperation, harga tiket adalah Rs. 530, dan untuk foregin country lainnya adalah Rs. 1,000 atau sekitar 200 ribu Rupiah. Apa udah naik ya harganya? Karena pas kami ke sana, harga tiket untuk foreign country adalah Rs. 750 per orang. Dan jadi Rs. 1,000 kalau dibundle tiket Agra Fort. Dengan membeli tiket, masing-masing pengunjung mendapatkan satu botol air mineral 300 mili dan pembungkus alas kaki, karena ada beberapa area yang kita diwajibkan untuk melepas alas kaki, atau membungkus alas kaki.
Kami sampai di pintu Barat Taj Mahal, dan benar saja antrean udah panjang. Ada dua antrean, satu antrean untuk membeli tiket, dan satu lagi antrean untuk melewati pintu masuk Taj Mahal. Beruntunglah untuk travelers yang nggak pergi sendirian, karena bisa dibagi tugas. Satu orang antre di loket, satu lagi antre di pintu masuk Taj Mahal. That’s legal, everybody does that.

This slideshow requires JavaScript.

Karena ada iming-iming tiket bundle dengan Agra Fort seharga Rs. 1,000, demi menghemat pengeluaran, kami beli aja itu tiket bundle, karena emang setelah dari Taj Mahal kami berencana untuk mampir dulu di Agra Fort.
Antrean laki-laki dan perempuan dipisah, saya perhatikan antrean laki-laki lebih cepat karena pemeriksaannya juga lebih cepat dibanding antrean perempuan. Oiya, dilarang bawa tas besar ya. Jadi kalau terlanjut bawa tas besar, ada tempat penitipannya terlebih dulu. Saya sempet baca-baca juga di beberapa blog, kalo mengunjungi Taj Mahal juga tidak boleh membawa tripod. Jadi tripod Ikhsanul ditinggal di hotel dari pada di sita petugas.
Lalu masuklah kami ke gerbang masuk Taj Mahal. Dan akhirnya Taj Mahal yang megah menyapa kami.

This slideshow requires JavaScript.

Dan akhirnya kami baru keluar dari Taj Mahal karena capek, laper, dan penatnya suasana Taj Mahal yang beneran dibanjirin manusia. Apakah kami melanjutkan trip kami ke Agra Fort? Tentu tidak. Kami keluar dari Taj Mahal hampir jam delapan. Kami belum sarapan dan kereta kami meninggalkan stasiun Agra Cantt menuju Delhi jam 9.30. Kami harus balik ke hotel, packing, sarapan, check out, dan langsung menuju stasiun Agra Cantt. Beneran sayang banget nggak sempet mampir ke Agra Fort.
Saat kami jalan balik ke hotel, ternyata jalanan sudah penuh banget sama orang-orang yang ngerayain festival. Mobil-mobil siap karnaval yang dari tadi subuh sudah mulai berjejer, kini udah mulai siap untuk berjalan. Musik-musik dinyalakan kecang-kencang, orang-orang memenuhi jalan, sebagian menari-nari, ada juga yang bawa bendera terus dikibar-kibarin. Sebagian dari diri saya pingin berhenti dulu buat nonton, tapi sebagian sisanya membujuk buat cepet balik ke hotel. Akhirnya sempet ambil beberapa foto selagi di jalan pulang balik ke hotel.

This slideshow requires JavaScript.

Kami menginap di Hotel Kamal. Salah satu alasan kenapa saya rekomendasikan hotel ini adalah lokasinya yang dekat dengan Taj Mahal, cukup lima menit berjalan kaki. Selain itu harganya juga relatif murah. Satu malam kami membayar Rs. 1,800, nggak sampe 400 ribu untuk dua orang. Nilai plusnya lagi, dari roof top restaurantnya, kamu bisa menikmati Taj Mahal!

This slideshow requires JavaScript.

Jam 9 kurang kami meninggalkan hotel. Agak bingung buat balik ke stasiun, karena suasana di depan hotel rame banget. Jalanan dipenuhi orang-orang yang merayakan festival.
Wait, festival apa sih sebenernya? Jadi, dari driver thukthuk yang saya tanyai saat balik ke stasiun (kami harus jalan sekitar 50 meter buat menghindari keramaian dan nemu beberapa thukthuk yang berjejer menunggu penumpang). Warga Agra sedang merayakan Moram Festival. Itu yang saya denger dari driver thukthuk kami. Yang kemudian saya tau maksud si pengendara thukthuk adalah Muharram Festival, I just misheard. Ya, perjalanan kami di India ini adalah satu minggu setelah tahun baru Islam 1439 Hijriah. Jadi warga muslim Agra serentak merayakan festival ini.
Jam 9.30 kurang dikit, setelah thukthuk kami ngebut dan mintas jalan ini itu, nerjang beberapa lampu merah, kami sampai di stasiun. Dan kereta api yang bakal mengangkut kami balik ke Delhi sudah nangkring di peron 5. Beberapa kali saya ngecek nama kereta api, nomor kereta api, bahkan sempet nanya sama petugas, bener kok kereta api saya emang yang udah stand by di peron 5. Tapi kok sepi banget ya? Padahal pas kami pesen dari Cleartrip, cuma status saya yang Confirmed, status si Ikhsanul masih Waiting Listed. Baru tadi siang saya cek pake PNR, kami berdua Confirmed semua. Bingung ya saya ngomongin apa tentang status penumpang sama PNR? Bisa kok mampir ke tulisan saya yang bahas semuamua hal tentang Perkeretaapian di India.

This slideshow requires JavaScript.

Kami masuk ke dalam gerbong kereta api, dan langsung cari seat kami. Beneran satu gerbong ini cuma kami berdua yang masuk. Seat yang lain kosong melompong. Udah jam 9.30 lewat, belum jalan juga nih kereta api. Saya takut salah naik, karena nggak yakin saya turun lagi ke platform. Saya cari petugas lagi dan memastikan untuk kesekian kalinya kalo kereta yang berada di peron 5 memang kereta api kami. Lagi-lagi petugas mengiyakan. Yasudah, saya masuk dan duduk manis sambil ngecharge HP.
Sektiar jam 10 kurang akhirnya kereta api kami bergerak, dengan kondisi gerbong kami yang melompong. Beneran nggak ada penumpang lagi selain kami berdua. Beberapa kali ada penjual makan mondar mandir, nawarin kami makanan. Lalu saya tinggal tidur karena perjalanan kami dari Agra ke Delhi kali itu akan menempuh waktu 4 jam lebih
. Beda kereta api, beda juga waktu tempuhnya. Tapi ngebanting loh. Pas kami berangkat ke Agra dari Delhi, hanya 2.5 jam saja, tepat waktu tidak pake delay. Eh ini dapetnya 4 jam lebih, dan pake delay.
Kami sampai di stasiun NDLS (New Delhi Railway Station) sekitar jam 2 lebih. Bisa dibilang stasiun utamanya di New Delhi karena saya lihat emang rame banget juga luas. Tujuan kami pertama adalah makan siang, karena kami mulai kelaperan. NDLS lokasinya dekat dengan New Delhi Metro Station tempat kami menitipkan tas kami. Jadi saat berjalan ke Metro Station, kami nemu tempat makan cepat saji. Menunya bukan ayam goyeng atau burger, tapi makanan khas India termasuk nasi briyani. Good thing from India: Untuk makanan, murah! Dengan porsi yang banyak! Jadi asal dapet tempat makan yang enak, puaslah perut ini.
Tujuan kami setelah makan siang adalah beli oleh-oleh. Please guess, oleh-oleh yang ditunggu untuk mamak mamak. Yes, kain sari. Kami menuju Sarojini Nagar Market. Pada saat kami di sana. Metro Station terdekat untuk ke Sarojini Nagar Market berada di stasiun INA. Jadi setelah turun di stasiun INA, kami harus naik thukthuk lagi. Sudah ada pembangunan jalur baru dengan metro station tepat di Sarojini Nagar Market, jadi kalo kamu mau ke sana, cek dulu, siapa tahu jalur metro yang ngelewatin Sarojini Nagar Market udah dibuka.

This slideshow requires JavaScript.

Namanya juga pasar, di sini rame banget. Tapi penataannya sudah rapi kok, juga bersih. Cuma namanya negara yang tingkat kriminalitasnya termasuk tinggi, tetap jaga barang karena sepanjang jalan kita bakal berdesak-desakan.
Biarpun di suatu toko di India ada pengumuman untuk dilarang menawar, tapi jangan pernah berhenti menawar. I’m bad at bargaining, at least Ikhsanul could do better. Saat beli beberapa kain sari, si Ikhsanul nawar terus, yah lumayan turun dikit, dibilangnya diskon sudah mentok.
Kami melanjutkan perjalanan, kali ini kami mengunjungi salah satu pusat perbenjaan di New Delhi: DLF Place Saket. Ada yang nitip kaos Hard Rock. Jadi dari Sarojini Nagar kami kembali ke stasiun INA dan ngikut kereta api dengan jalur yang sama menuju Saket Station. Dari Saket station kami harus naik thukthuk lagi karena jarak yang cukup jauh.
Ada satu mall besar lagi yang sebelahan dengan DLF Place Saket: Saket CityWalk. Dan kami berdua dengan penampilan gembel sambil nenteng-nenteng oleh-oleh dari pasar masuk ke mall. Sama seperti ketika masuk ke stasiun, sebelum masuk ke dalam area mall kita harus diperiksa dulu, termasuk masukin barang bawaan ke mesin X-Ray. Ribet ya.
Setelah dari DLF Place Saket, kami mampir dulu di masjid yang lokasinya tepat berada di belakang mall. Istirahat sebentar sebelum balik lagi ke New Delhi Metro Station karena sudah mulai gelap dan pesawat kami bakal meninggalkan India jam 23.10 waktu India.
Beres sholat kami kembali ke stasiun INA naik thukthuk lagi kembali ke New Delhi Metro Station untuk ngambil tas yang kami titipin. Setelah beres urusan di Cloak Room, kami mampir makan dulu di New Delhi Metro Station, ada café sebelum masuk ke platform. Mahal dan nggak enak. Entah apa la resepnya itu.
Beres makan dan kami menuju bandara internasional Indira Gandhi. Berakhir sudah perjalanan kami selama 12 hari di India.
Thank you India, thank you Ladakh: A Journey of Contemplation.

8 thoughts on “Mengejar Taj Mahal

  1. hai mas, saya boleh minta contactnya nomor WA atau email? mau tanya2 soal perjalanan ini, saya akhir bulan mau ke india.. terima kasih

    Like

    1. Terima kasih Mas Budi udah mampir. Murah Mas. Dibanding Indonesia untuk penginepan malah lebih murah, untuk makanan sama lah Mas.
      Hotel Kamal satu malamnya 1800 INR Mas. Sekitar 360 ribu untuk berdua. Termasuk mahal untuk di Agra. Kami pilih hotel ini karena di rooftopnya bisa lihat Taj Mahal Mas.

      Like

  2. Iya, klo ke Nizamuddin station paling dekat itu turun di Indrapasta trus lanjut bajaj. kenapa nggak ambil yang dari NDLS saja, kan bis langsung saja tuh dari bandara tanpa ke Nizamuddin. Mungkin jadwalnya kali ya…Baca postinganmu ini jadi kangen India banget. sampai INA market juga, biasanya kau belanja bumbu indonesia disini. hihihi

    Liked by 1 person

    1. Aah dulu pas cari cari info tentang India sering mampir ke blog Zulfa. Referensi tentang Indianya manteeep.
      Iya betul Mbak. Nyari yang jadwalnya agak longgar dapatnya yang Nizamuddin.
      Makasih udah mampir Mbak. Salam kenal~

      Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.