Persaudaraan di Bukit Mau Hau

Sebelum ngomongin Bukit Mau Hau, I have to admit that finding the right title is quite difficult. Tulisan ini lama dibuat karena bingung bikin judul. Ribet ya gue? Kalau mau bikin tulisannya dulu, sementara judul masih XXX dengan font warna merah, saya kok males buat mulai ngetik. Bingung mau ngetik apa karena inspirasi terhalang, masih kepikiran mau dibikin apa judulnya. Saking lamanya mau ngelanjutin tulisan tentang Sumba, sampe akhirnya terselip tulisan tentang running series, berlari dari Semarang ke Ungaran. Dan, akhirnya mantep aja dengan judul, “Persaudaraan di Bukit Mau Hau.”
Yak, Bukit Mau Hau sering juga dikenal sebagai Bukit Persaudaraan, adalah sebuah bukit yang terletak tak jauh dari pusat kota Waingapu. Pagi itu, setelah semaleman kami dongkol karena habis diPHPin oleh tour guide kami, Helmi, kami berinisiatif untuk menggedor kamar Helmi pagi-pagi. Sudah cukup lahlima hari kami berangkat terlalu siang, kali ini kami harus berangkat lebih pagi. Bahkan, sebelumnya kami berencana berangkat tanpa Helmi. Langsung aja berangkat sama Pak Rais dan Pak Gusdi driver kami. Tapi ternyata, kalau kami sampai meninggalkan Helmi dan berangkat cuma dengan driver kami, tentu nantinya hubungan para driver ini dengan Helmi jadi saling nggak enakan, kan mereka juga cari makannya dari tamu yang dicariin sama Helmi.
Akhirnya kami mengalah dan memilih untuk gedor kamar si Helmi buat berangkat pagi. Ternyata nggak gampang juga nyari kamar Helmi. Mbak Mbak receptionist yang kami tanyain juga nggak tau kamarnya di mana. Lihat buku tamu ternyata kamar kami semua atas nama Helmi. Akhirnya setelah satu kali salah gedor kamar, kami ketemu juga sama si Helmi ini. Lucunyaaa, karena tersisa dua mobil untuk kami bertujuh, kami berebut untuk dapet mobil yang nggak bareng sama Helmi. Bocah banget.
Oke sudah ya ngobrolin Helminya. Sekarang saatnya menuju Bukit Mau Hau.Oiya, akses untuk menuju Bukit Mau Hau sangat mudah, nggak pake trekking, cukup duduk manis, mobil bisa mengantar kita langsung sampai puncak. Di Bukit Mau Hau, kami bisa melihat sawah berpetak petak cantik membentang di bawah kami. Dengan berselang seling antara sawah ijo, kuning, dan dengan sawah yang sedang diairi, seketika hati kami yang penuh dengki menjadi jernih kembali. Ahay!
Photographed by: Helmi
Selamat datang di Bukit Mau Hau
Bukan Rizky Hanggono
Budak dusun.
Bukit Mau Hau, photographed by: @Prabowoadityo
Tak hanya itu saja yang menarik, banyak kuda sedang digembala di sini. Di sini kudanya sudah jinak, jadi cukup mendekat dengan perlahan, jangan membuat gerakan tiba tiba atau malah yang mencurigakan, mereka mau kok dielus elus.
Mamahkud dan Dedekkud
Malah kabur, takut disepak?
Hari keenam dan saya gosong banget. I’m super tanned but I’m super happy.
Di sini saya baru tahu kalo ternyata Mamahkud (mamah kuda) bisa teriak teriak pas anaknya dielus elus orang asing. Ini beneran, pas kami berhasil menyandra satu  Dedekkud buat diajak poto, mamahnya dari kejauhan bisa teriak teriak manggilin si anak kuda. Teriak begimana Mas Bardiq? Iya gitu, beneran ngeringkik ngeringkik kenceng, sambil kaki depan dihentak hentakin. Padahal anaknya mah selow aja foto foto sama turis.
Thank you Adityo for taking this pic.
Pak Frengky
Photographed by: Helmi
Setelah jam 10 lebih, akhirnya kami bergerak ke destinasi selanjutnya. Bukit perbukitan udah nih, pantai pantai apa lagi. Apa dong yang belum dijelajah di Pulau Sumba? Yak, tentu saja air terjunnya!
Click here to read all of my Sumba stories.

4 thoughts on “Persaudaraan di Bukit Mau Hau

  1. Itu tour leader kok gitu banget, sik? Malah jadi nggak berfaedah buat para pesertanya. Dia harusnya tidur paling malem dan bangun paling pagi, hahaha.

    Pak Frenky-nya masih muda, mungkin lebih cocok dipanggil “mas” atau “bang”. Malah kamu yang lebih cocok dipanggil “pak”, mas. #eh #abaikan
    Anyway salam kenal 🙂

    Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.