Kashmir to Ladakh: Day 0, “The Messy Packing and the Unexpected New Friends”

20 September 2017 – Medan, Kuala Lumpur, New Delhi
H-1 saya berangkat ke India, hari yang seharusnya saya direpotkan untuk packing, saya malah meriang. Badang anget, kepala berat, dan malam cuma pinginya tiduran aja. Saya termasuk yang anti minum obat, tapi karena mendesak, setelah mampir ke mini market deket kontrakan untuk beli beberapa perlengkapan untuk trip ke Ladakh, saya minum obat dan langsung tidur.
Namanya juga orang sakit, walaupun udah dibikin check list, udah diinget-inget apa aja yang belum dibeli, tetep aja ada yang ketinggalan. Si Ikhsanul nyampe ngatain packing saya nggak niat. Hahahaha.
Saya nggak bawa sunblock dan lotion yang ternyata penting banget ketika ngetrip di Ladakh. Karena Ladakh itu kering banget, dan dari sumber yang saya baca, minggu-minggu terakhir September memang puncaknya cuaca kering di Ladakh. Kalau mau baca-baca tentang musim yang paling pas untuk traveling ke Ladakh, bisa baca tulisan saya di sini ya.
Satu lagi barang penting yang saya lupa bawa: deodorant. Untungnya, di Ladakh itu dingin, jadi kita bakalan jarang keringetan, bebas deh dari bau badan. (Tapi kan Bar, tapi kan…)
Setelah bangun pagi, saya jauh merasa enakan. Kepala udah enteng, badan udah seger, saya siap berangkat ke India!
Pesawat saya AirAsia, dari Kualanamu menuju Kuala Lumpur dijadwalkan pukul 12.35 dan landing di Kuala Lumpur jam 14.40. Jadi saya beli tiket railink dari stasiun Medan ke Kualanamu dari Traveloka. Entah lagi promo atau memang harga tiket railink dari Traveloka lebih murah 25 ribu dari harga aslinya. Harga aslinya 100 ribu sekali jalan (mahal ya?), dengan Traveloka kita cukup bayar 75 ribu saja (Tetep mahal). Tapi kereta api bandara dari Medan ke Kualanamu ini menurut saya paling efektif, jamnya bisa kita perkirakan, waktu perjalanan hanya 30 menit. Kalau untuk bepergian sendiri sih paling enak naik railink ini. Ada sih moda yang lebih murah, Damri, seharga 35 ribu sekali jalan. Tapi saya trauma, karena lama, pernah kena macet jadi makan waktu sampai 3 jam perjalanan. Oh, no more.
Kalau ke bandaranya lebih dari satu orang, lebih murah naik Taxi Online, sekali jalan sekitar 120-150 ribu. Bandingkan aja tiga taxi online itu, dibandingin dulu mana yang jatuhnya lebih murah. Dan kalau naik taksi, bisa lewat jalan kecil, lebih cepat juga (kadang) bebas macet.
Beli tiket kereta api railink lewat Traveloka dengan potongan 25 ribu ini bisa dipake di semua jam keberangkatan, istilahnya flexible schedule. Jadi setelah proses pembelian selesai, kita akan mendapatkan email dari Traveloka, nanti email ini kita tunjukkan ke counter pembelian tiket untuk proses validasi. Oiyo, ojo mepet yo. Karena proses validasi dari counter pembelian tiket makan waktu sekitar 5 menit. Setelah sukses divalidasi, kita akan dikasih tiket berbentuk kartu yang kita gunakan ketika memasuki gate untuk naik ke kereta api.
By the way, postingan ini belum berbayar kok. Tapi mana tau ada manager Traveloka lagi mampir ke postingan saya ini, jangan lupa kontak saya ya. Wkwkwkwwk.
Karena pesawat saya dari Kualanamu dijadwalkan take off jam 12.35, saya memperkirakan untuk naik kereta api bandara yang berangkat dari stasiun Medan jam 10 pagi. Perjalanan 30 menit, jadi saya sampai di Kualanamu jam 10.30. Masih ada dua jam buat santae santae di bandara. That was my plan. Saya termasuk anak bandara yang sering diiringi dengan drama perjalanan. Dan bener aja, jam 09.40 saya sampai di stasiun Medan, kereta api railink jam 10 pagi udah penuh. Rame banget suasana di stasiun Medan. Baru kali ini saya selama 3 tahun lebih pakai fasilias kereta api ini, kehabisan tiket. Biasanya lempeng lempeng aja tuh, nggak pernah penuh. Apa karena besoknya tanggal merah kali ya?
Jadi, kalau saya ikut kereta api yang jam 11, kemungkinan saya baru sampai di bandara jam 11.30, sementara pesawat tutup gate untuk boarding sekitar jam 12. Sempet kah setengah jam saya menyelesaikan semua proses untuk boarding pesawat international? Ngantre di pemeriksaan tas, ngantre check in lagi, ngantre lagi di pemeriksaan bawaan, ngantre lagi di imigrasi. Mulai senyum senyum sendiri ngebayangin kalo sampe ketinggalan pesawat.
Lalu saya liat ada tiga orang laki-laki seumuran saya yang saling menggerutu karena sama-sama nggak dapet tiket. Saya dengerin tiga-tiganya ngobrol pake bahasa Jawa medog. Terus mereka jalan ke luar stasiun. Yak, ini kesempatan emas saya. Saya ikutin tuh Mas-mas, terus saya tegor aja. “Mas, mau nge-Grab ya? Boleh join?” *insert melas smile emoticon here
“Iya. Ayok aja Bang sekalian, nggak papa.”
Yeay!
Setelah ada driver yang ngambil, kami langsung menuju bandara. Ternyata karena nambah saya, kursi belakang jadi agak sempit karena dipake untuk tiga orang. Untung badan saya langsing.
Mas-mas ini karyawan PLN di Medan, Mas Eko, Mas Ardhi, dan Mas Fahmi, dan dari ketiganya yang dari tadi ngobrol pake bahasa Jawa medog, ternyata cuma satu yang orang Jawa, orangSurabaya. Satu lagi dari Bandung, satu lagi dari Palembang. Nggak tau juga nih Mas-mas ini kursus di mana, medognya dapet. Saya aja kursusin bahasa Jawa ke temen kuliah yang asal Palembang, dia nggak bisa-bisa, mentok di “Modhiaaaar.”
Setelah salaman perpisahan (Nggak mau dibagi costnya, saya jadi dapet tumpangan gratis), saya langsung menuju counter check in. Bener aja, panjang-panjang amat semua tempat ngantrenya, Kualanamu siang itu rame banget. Dan akhirnya saya baru bisa duduk di waiting room sekitar jam 12 kurang, beneran mepet. Lalu saya mulai boarding, dan pesawat take off tepat waktu menuju Kuala Lumpur.
Jam 3 sore saya baru beres dari imigrasi, dan sempet muter-muter juga saling cari sama Ikhsanul sama Adityo. Pas ketemu, ternyata dia lagi sakit juga! Masih flu malah, hahahaha. Ikhsanul udah di KLIA2 dari jam 12. Lama juga dia nunggu transit ini, ada 7 jam juga berarti ya. Setelah beli bontot (baca: makanan bekal) buat makan malam di pesawat, jam 5 kami mulai masuk ke imigrasi dan ruang tunggu, sebelum akhirnya pesawat kami take off menuju New Delhi.
Begitu landing di bandara New Delhi, kami disambut oleh lagu Jai Ho yang menggema dari speaker-speaker bandara, karena versi Hindi, jadi nggak ada Pussycat Dollsnya ya.

This slideshow requires JavaScript.

Pas kami jalan di terminal kedatangan menuju imigrasi untuk lapor dengan e-Visa, kami papasan sama Mas Jebraw sama rombongannya. Saya sebenernya lupa nama dia, si Ikhsanul yang inget. Saya cuma inget dia dari video Jalan-Jalan Men yang pernah saya tonton 2010 dulu. I’m sorry, Youtubing is not my hobby. Tapi kami cuek aja sih, nggak enak juga nyapa nyapa sok kenal. Mana tau dia nggak mau diganggu. Jadi kami jalan aja langsung cari tempat pelaporan kedatangan e-Visa.
Sebelum lapor ke imigrasi India, kita diwajibkan mengisi data-data kedatangan. Standar lah, tujuan, tempat nginap, nomor kontak. Saya pernah dikasih tau (lupa sama siapa, atau baca di blog orang ya?), kalau salah satu tujuan kita adalah Srinagar, lebih bagus di lembar ini nggak perlu dicantumkan Srinagar. Kecuali kalo tujuan satu-satunya memang ke Srinagar ya. Hal ini dikarenakan Srinagar yang merupakan daerah konflik, jadi kalau tujuan kita adalah daerah konflik, maka bakal ditanyain panjang lebar. Jadi dari pada repot, saya masukkan detil tujuan saya di Leh.
Tempat pelaporan imigrasi di terminal kedatangan Indira Gandhi ini panjaaaaang. Dan terbagi-bagi menurut jenis visa yang kita miliki. Untuk e-Visa hampir di ujung ruangan dan terbagi menjadi beberapa loket. Mungkin karena sudah larut malam, hanya sedikit loket yang buka. Jadi kami harus nunggu lama karena ngantre panjang. Kami asal pilih aja antrean yang paling pendek, dan nggak sadar kalau ternyata orang-orang di depan kami persis adalah rombongan si Jebraw. Beberapa menit kami berdiri di situ, baru deh saya ngeh. Eh, ini rombongan si Jebraw tadi. Ohyahsudah, diem aja kami. Tapi ternyata malah mereka dulu yang nyapa kami. Ada Mbak Jean yang duluan negor, “Eh gue-lo-gue-lo nih ngomongnya, pasti orang Indonesia juga!” Hahahaha. Dan mau nggak mau saya langsung nyodorin tangan minta uang jajan, eh salah, ngajak kenalan maksudnya. Dan tujuan kami ternyata sama, Ladakh. Cuma besok pagi mereka langsung terbang ke Leh, sedangkan kami ke Srinagar dulu. Setelah 10 hari di Leh, mereka bakal lanjut ke Amritsar. Sampai di situ aja kami ngobrol-ngobrol. Mbak Jean sempet minta nomer HP saya yang aktif WA, nanti dikabarin katanya, mau ngajak ketemuan. Selain Jebraw dan Mbak Jean, ada juga Naya, Mas Febian dan Mas Galih dari Embara Films. Ada beberapa orang lagi tapi maafkan saya lupa nama mereka.
Proses validasi e-Visa termasuk lama, selain petugasnya cuma sedikit, antreannya panjang, lalu proses perekaman sidik jari juga lama, mesinnya kurang sensitif sepertinya (atau terlalu sensitif?). Baca juga ya tulisan saya tentang proses pengajuan permohonan e-Visa India untuk turis ya.
I never liked the idea of staying the night at the airport. Malam itu kami sepakat untuk tidur di bandara karena pesawat landing di New Delhi sekitar jam 10 malam, dan pesawat dari New Delhi ke Srinagar jam 7 pagi. 9 jam kami nunggu di bandara Indira Gandhi. Ada sih, pesawat dari New Delhi ke Srinagar jam 5 pagi. Kalau saya sih ngajakin ngambil yang jam 7 pagi karena kalau kami mau cari penginapan murah dekat bandara, waktu untuk istirahat masih nambah dua jam lagi. Tapi ternyata team decision akhirnya setuju nginap di bandara.

This slideshow requires JavaScript.

Karena saya pasti nggak bisa tidur. Keluar dari terminal kedatangan, ternyata banyak banget saingan kami untuk tidur di bandara. Kursi-kursi panjang yang bisa digunakan untuk tidur, ludes dipake orang-orang. Mau gegoleran di lantai, asli dingin banget lantainya, duduk aja nggak kuat nih pantat nempel lama-lama di lantai.
Setelah ngambil uang di ATM (baca juga ya tulisan saya tentang penukaran Rupee di sini buat pegangan. Kami duduk duduk di tempat yang agak kosong, di lorong dekat restroom. Duduk-duduk aja nahan dingin, karena mau tiduran juga nggak sanggup. Setelah 45 menit koneski gratis WiFi di bandara terputus, kami mulai bengong nggak ada kerjaan. Akhirnya si Ikhsanul mulai buka snack bekal. Luar biasa Bapak satu ini memang, perlengkapannya memang jos! Anak gunung~
Sepanjang malam kami ditemani lagu-lagu India yang diputer kenceng-kenceng dari speaker. Saya sampe lupa ada atau enggak pengumuman panggilan untuk penumpang pesawat karena udah mulai terhipnotis dengan lagu-lagu khas Bollywood.
Setelah beberapa jam duduk-duduk nggak jelas, kami diusir sama tentara bandara. Eh, beneran tentara. Di bandara India, keamanannya dijaga langsung oleh militernya, lengkap dengan kumis tebal dan senapan laras panjang. Jadi, karena kami udah diusir, kami jalan mondar mandir, nyari tempat buat duduk. Baru akhirnya kami dapat tempat duduk sekitar jam 2 pagi. Dan dapet kursi panjang untuk tiduran sekitar jam 3 pagi. Dua jam kami tidur, baru kemudian kami masuk ke counter check in. Beneran tidur Bar? Dibilang tidur ya kepala masih bisa goyang-goyang karena lagu India, dibilang nggak tidur saya sempet mimpi kalo dari pengeras suara bandara, kalo pesawat saya Vistara tujuan Srinagar udah siap diberangkatkan.
Click here to see all my stories from Kashmir to Ladakh

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.