8 Days Road Trip in New Zealand (Day 6 – Day 8)

Day 6 (24 Maret 2017) – Queenstown, Te Anau

Queenstown adalah salah satu kota dengan adventure activities terlengkap. Sebut saja, saya yakin ada di Queentown. Lokasinya pun sempurna untuk segala macam adventure activities. Queenstown ada di samping Lake Wakatipu, lokasinya dibawa bukit bukit dan gunung. Mau paragliding, bungee jumping, canyong swing, off road, and of course, Skydive! Once in a lifetime.
Some sites state, kalau Skydive di Queenstown (kadang Fox Glacier) adalah salah satu dari Best Places to Skydive in the World. Dan untung kami nggak gambling untuk Skydive di Fox Glacier karena selama di Fox Glacier, cuaca selalu mendung, berkabut, dan gerimis. Kenapa saya bilang beruntung, karena skydive sangat bergantung pada cuaca. Jadi untuk bisa skydive, kita harus telpon/datang dulu sejam sebelum jadwal untuk memastikan kalau cuacanya memang bisa untuk berskydive. Pagi cuaca bagus, bisa saja satu jam sebelum jadwal kita terjun, tiba tiba berawan, hujan, atau angin kencang.
Skydive lah yang bikin berminggu minggu sebelum sampai di New Zealand kami udah asik mantau cuaca di New Zealand. Apa sering hujan, apa cerah. Dan seminggu sebelum kami berangkat, perkiraan cuaca 24 Maret 2017 di Queenstown itu berubah ubah antara berawan dan hujan. Alhamdulillah, dari 23 Maretnya, Queentown sangat cerah.
Yang jadi pembahasan kami di penginapan Cardrona adalah mau Skydive sama siapa? There are two skydive companies in Queenstown, NZOne and Paradise. Jadi banyak yang kami pertimbangkan antara NZOne atau Paradise Skydive. Untuk NZOne satu hari banyak jadwal terjunnya, total sekitar ada 18 kali hampir setiap setengah jam dari jam 7:00 pagi sampai jam 4:00 sore. Tergantung musim. Kalau winter bisa lebih sedikit dan bisa lebih banyak untuk summer. Sedangkan Paradise hanya 4 kali satu hari setiap 2-3 jam dari sekitar jam 7:00 pagi sampai jam 4:00 sore. Lalu dropzonenya. NZOne ada di sekitar Lake Wakatipu yang di dekat Queenstown, jadi saat terjun view kota Queentown ada benar benar di bawah kita. Kalau Paradise drop zone ada di Glenorchy. Jadi view lebih banyak danau dan bukit bukit, Middle Earth Scenery. Dan yang terakhir, biaya. Karena udah kepalang tanggung buat skydive, kami ambil yang paling tinggi sekalian, 15,000 ft. NZOne lebih mahal. Untuk 15,000 ft adalah 439 NZD sekali terjun, kalo Paradise 409 NZD sekali terjun. Untuk paket foto dan video juga Paradise lebih murah ketimbang NZOne. Cuma NZONe ada nawarin pengambilan foto/video dari skydiver lain, jadi ada satu crew lagi yang tugasnya emang cuma buat moto midioin, tentu lebih mahil. Dari semua segi pertimbangan, kami pilih Paradise Skydive!
Kami berangkat dari penginapan kami di Cardrona jam 09:30 setelah kami sarapan dengan pasta ala ala, tapi enak bro. *thumbs up
Cardrona ke Queenstown itu deket, sekitar 50 KM, satu jam. Jalan dari Cardrona ke Queenstown, kami ngelewatin Crown Range Road. Salah satu scenic road yang terkenal di New Zealand. Kami sempetin mampir di Crown Range Road Lookout, walaupun nggak naik sampe atas, karena perlu trekking satu jam setengah return. Sedangkan kami mau ngejar cepat sampai di Queenstown. Queentown adalah kota adventure, kota turis. Kota ini rame, semua orang yang saya temui bisa saya pastikan adalah turis, kalau bukan, pasti Kiwi yang kerja di tempat tempat untuk turis juga. Hotel, restaurant, toko souvenir.
Kami sampai di Queenstown sekitar jam 10:00. Kami langsung cari kantor Paradise Skydive di Shotover Street. Kami sudah booking untuk skydive jam 14:00 via telpon. Dan ternyata kantor Paradise Skydive di Queentown nggak ada yang jaga. Cuma satu meja di dalem kantor Info & Track. Kami diberi tau untuk telpon atau dateng lagi ke Info & Track sekitar jam 12:30, buat mastiin bisa nggak kami ikut skydive jam 14:00.
Jadilah kami keliling Queenstown dulu, termasuk nyobain Fergburger. Fergburger ini tempat paling rame seQueenstown, ngantri panjang. Waktu di Christchurch, Josh juga ngrecommend kami buat nyobain Fergburger. Lokasi Fergburger ada di depan Info & Track, satu jalan.
Parkir di Queenstown itu susah. Dan ada rambu parkir yang menandakan batas maksimal kita free park. Ada yang 10 menit, 15 menit. Makin menjauh pusat kota makin lama untuk free park. Si Prayoga pernah nemu sampe 120 menit, waktu dia keliling Queenstown pas kami tinggal Skydive, tapi jauh dari kota sih. Kalau mau lama parkir ya bayar. Kalau nggak salah 1 NZD per jam. Kami nggak bisa makan di tempat karena masalah parkir ini, jadilah kami takeaway dan makan sekalian nongkong di pinggir Lake Wakatipu. And I recommend this burger! Best burger I’ve ever tasted. Perfect in every aspect.
Ada temen yang cerita, kalau batu di New Zealand itu bagus, dan Lake Wakatipu salah satu yang dia recommend. Cuma karena saya nggak ngerti masalah perbatuan, saya cuma ngambil satu batu yang menurut saya paling bagus. Ngambil satu aja karena takut ketahan di security bandara.

This slideshow requires JavaScript.

 
Kami dateng lagi ke Info & Track sebelum jam 12:30, karena beneran udah nggak sabar kali ya. Kali ini udah ada yang jaga, Laura. Kami lalu mengisi formulir dan nimbang berat badan. Karena ada syarat-syaratnya juga buat skydive ini. Ibu hamil sama orang dengan riwayat penyakit jantung itu nggak boleh, orang dengan berat di atas 100 kg Kalo umur nggak ada batasan, asalkan dia sehat walafiat. Di antara saya, Fathoni, dan Adityo ada satu orang lagi dari China yang ikut. Jadilah kami cuma berempat dalam trip itu. Untuk skydive memang sedikit gambling ya. Musim-musim tertentu bisa rame banget, sampe harus prebook dari website. Padahal kalau sudah prebook pun, terus cuaca nggak mendukung, ya reschedule.
Selesai persiapan akhirnya kami diangkut Laura ke dropzone. Ada di Glenorchy, sekitar 50 menit dari Queenstown. Cuaca cerah banget, walaupun pas di jalan si Laura sempet ditelpon oleh crew kalo angin mulai kenceng. Dan tibalah kami di TKP. Karena trip ini cuma berempat, dan sekali dropping adalah dua orang, kami dibagi dua-dua. Adityo sama Fathoni, dan saya bareng orang China-yang-dari-tadi-ngajakin-ngobrol-dan-ngira-saya-orang-Singapore-padahal-udah-dijelasin-berulang-ulang-kalo-saya-Indonesian. Skydive di sini selalu dilengkapi dengan full equipment, dari helm sampe suit nutupin seluruh badan. Beda sama skydive di tempat lain, yang kayaknya bisa tanpa helm dan pake baju biasa aja.
Skydive wih glasses?
Tentu saja bisa. Saya dan Fathoni pake kacamata. Inilah yang pernah jadi bahan obrolan panjang saya dan Fathoni. Perlu nggak beli softlens. (Yang akhirnya saya nggak jadi beli karena mata saya silinder, softlens harus pesan dulu, yang jadinya paling nggak sebulan). Mereka kasih penutup mata semacam plastik untuk nahan kaca mata. Dan nyaman nyaman aja kok.
Gimana rasanya skydive?
Crew Paradise yang tandem saya namanya Milan, nggak tau kenapa nggak ada adegan tangan dingin atau jantung kelewat berdebar. Pasrah aja sudah. Pesawat take off tepat dari pinggir Lake Wakatipu, lalu mulai tinggi, mulai kelihatan bukit-bukit di balik danau, makin tinggi lagi,makin kelihatan kota Glenorchy, makin tinggi lagi, makin kelihatan gunung gunung tertutup es di kejauhan, Turis dari China yang bareng saya turun duluan karena dia ngambil paket yang 12,000 ft. Dia terjun, terus pintu ditutup. Habis itu saya dikasih oksigen bantuan. Bukan, bukan saya mulai lemes, tapi memang (katanya) karena oksigen yang mulai menipis. Milan ngecek ketinggian, lalu nanyain ke-ready­-an saya, dan saya cuma bisa bilang, “My life depends on you, mate.”
Pintu dibuka, kami bergeser dan duduk di ambang pintu, Milan ngecek sekali lagi semua kesiapan, and then we fell.
Sometimes, when I close my eyes, I still feel the moment when the airplane’s beneath my feet, and the ground’s above my head.
Lalu saya melesat dengan kecepatan 200 km/h dari ketinggian 15,000 kaki. 60 Detik freefall, lalu poof, parachute ngembang. Ada sekitar 8 menit sebelum akhirnya gravitasi mempertemukan lagi saya dengan bumi.
And turns out that I want do skydive again! It is not once in a lifetime!

This slideshow requires JavaScript.

 
Kami ketemuan dengan Prayoga di Info & Track sekitar jam 16:30. Penginapan kami ada di Te Anau, sekitar 175 KM dari Queenstown, ada sekitar 2 jam setengah perjalanan kami. Kami sampai di Te Anau sekitar jam 19:00 kurang. Pas check in penginapan, niat kami yang ke Te Anau Glowworm besok harinya, bisa ikut trip yang jam 19:30. Tapi ternyata, slot kosong trip jam 19:30 tinggal 2 lagi, nggak jadi. Selesai check in baru kami ke supermarket buat belanja makan malem dan sarapan. Di supermarket ini kami beli nasi putih dan nasi goreng sachet, tinggal manasin sih sebenernya. Nasi putihnya aneh rasanya, kayak kurang ngembang dan masih agak keras. Ada toko oleh-oleh yang lumayan murah di Te Anau, Kiwi Country.
Penginapan kami ada di depan Lake Te Anau persis. Dua kamar untuk 4 orang, dengan connecting room berupa kamar mandi. Nyaman!
Selesai dari Kiwi Country, pas kami jalan ke parkiran, ada orang yang manggil kami. Ternyata Pak Cik sama istrinya yang ngobrol sama Fathoni di pinggir Lake Wanaka. Tentu yang ditanya pertama, “Jadi tak naik Roys Peak?” Lalu yang kedua, “Berapa jam naik sampe turun?”
Hahahahaha.

Day 7 (25 Maret 2017) – Milford Sound

Hasil percakapan dengan Pak Cik membuat kami harus bangun lebih pagi. Dia bilang Milford Sound itu jauh, 3-4 jam. Kebayang kayak waktu di Haast Pass yang salah perhitungan, kami check out jam 08:30. Dan rencana ke Te Anau Glowworm pun batal. Saat itu udara pagi paling dingin yang saya rasain selama di New Zealand. Waktu di Roys Peak aplikasi bilang 3°C, tapi begitu dipake trekking, jaket pun dilepas karena gerah. Pagi itu di Te Anau saya cek di aplikasi HP, 2°C! Keluar mobil cuma buat beli bensin, tutup jendela rapet rapet, nyalain AC mobil~
Jarak Te Anau ke Milford Sound adalah 119 KM, dan kami tempuh sekitar 2 jam.
Perjalanan dari Te Anau sampai Milford Sound itu bagus banget, bukit-bukit, padang rumput coklat, gunung dengan puncak es, jalan berliku, jurang, tebing batu, dan nglewatin terowongan yang jalannya masih buka tutup sepanjang 1.2 KM. Nama terowongannya The Homer Tunnel.
Kami sampai di Milford Sound sekitar jam 11:00. Kami langsung menuju Discover Milford Sound Information Centre & Cafe. Petugas counternya cerita kalau tahun lalu dia baru pulang dari Medan, ke Danau Toba katanya. Horas bah!
Banyak paket yang ditawarin. Ada yang cuma cruising, kalau sama pemandu nambah lagi, ada yang ditambah kayaking, paket sama makan siang, nambah underwater observatory, bahkan sampai heli hike atau scuba diving! Karena hari itu kami harus sudah balik lagi ke Queenstown, rencana kayaking batal. Karena paket sama kayak itu terlalu siang. Takut kemalaman sampai Queenstown. Jadilah kami ambil paket cruising aja, satu jam 45 menit. Harganya pun semakin siang semakin mahal, nanti setelah peak hour, lewat jam 2 sore makin murah lagi. Jadi kalau memang mau ngirit ambil paket yang paling pagi atau paling sore sekalian.
Dari Discover Milford Sound Information Centre & Cafe kami jalan sekitar 300 m buat sampai ke dermaga. Nunggu bentar, antre, lalu boarding. Jangan lupa bawa jaket dobel. Dingin banget.
Hari itu cerah sekali, nggak ada awan, Milford Sound kelihatan biru gelap, langitnya biru muda, lalu tebing-tebing dengan air terjun yang langsung ngalir ke laut, gunung gunung tinggi yang tertutup es di puncaknya, dan tentu saja  Mitre Peak. Kami liat ada banyak seal pup di tepian Milford Sound, ada yang berjemur, ada yang lagi renang-renang. Milford Sound biar jauh dari Queenstown, harus didatengin. Bagusnya kebangetan.

This slideshow requires JavaScript.

 
Selesai cruising kami makan siang di Discover Milford Sound Information Centre & Cafe. Kami pesan pizza. Pas mau pulang, karena dari tadi saya pake sweater dobel jaket, saya mau lepas sweater dan saya taro di bagasi. Jadi kacamata saya taruh di atas mobil, begitu saya masuk lagi ke dalam mobil, mobil jalan, kacamata belum saya ambil. Ada sekitar 300 meter baru saya sadar kalo kacamata saya masih di atas mobil. Sempat putar balik kami buat cari dan nelusurin. Tapi ternyata bukan rezeki saya lagi. Ilang lah kacamata saya. Untung udah mau hari terakhir. Pasti repot kalo saya ilang kacamata di awal trip.
Tujuan kami berikutnya adalah Mirror Lake. Sebetulnya saya udah sempet browsing tentang Mirror Lake ini, dan nggak masuk ke itinerary. Karena kebetulan lewat, jadi kami putuskan mampir bentar.
Mirror Lake ini danau kecil dan jernih. Kalau airnya tenang, kita bisa lihat pantulan sempurna di permukaan air. Bahkan ada papan Mirror Lake yang dibuat terbalik. Maksudya, ketika air tenang, kita bica baca kata “Mirror Lake” dari bayangan pantulan di atas permukaan danau. Tapi sayangnya, anginnya lagi kenceng, jadi permukaan danau pun berombak.

This slideshow requires JavaScript.

 
Kami melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini kami berhenti di Eglinton Valley. Eglinton Valley ini sebetulnya sudah kami lewatin. Karena rute setelah Milford Sound buat balik ke Queenstown memang harus putar balik lewat Te Anau. Eglinton Valley adalah sebuah lembah dari bukit-bukit dengan padang rumput warna coklat. Pagi hari pas kami lewat Eglinton Valley, kami bisa menyaksikan view yang lebih wah dari ketika siang itu, dikejauhan lembah itu kelihatan kabut tipis di bawah kaki bukit. Tapi karena paginya kami harus ngejar ke Milford Sound, jadi kami putuskan mampir ke Eglinton Valley pas perjalalanan balik ke Queenstown.

This slideshow requires JavaScript.

 
Kami sampai di Te Anau lagi sekitar jam 16:00 dan mampir buat makan siang. Kali itu kami makan Seafood. Nama tempat makannya Mainly Seafood. Di situlah pertama saya nyobain makan oyster. Amis dan berlendir, enak aja sih menurutku.
Setelah makan siang, kami lanjutkan lagi perjalanan dan singgah di kota kecil, namanya Athol. Kami istirahat untuk sholat sebentar di perpustakaan, di depan Athol School, ada taman sama public restroomnya juga.
Kami sampai di Queentown sekitar jam 19:00. Jadi kami check in dulu di hotel. Yes, kali ini kami nginap di hotel. Namanya Sherwood. Kamar dua double bed, kamar mandi dalam, dan dapat view langsung Lake Wakatipu. Seru! Kekurangannya nggak ada dapur, jadi nggak bisa buat yang mau ngirit kayak kami buat masak sendiri. Kami masih punya nasi goreng sachet, telur, sama fish (and chips) sisa makan siang. Terpaksa kami panasin nasi goreng sachet pake water heater sama rebus telur.
Selesai makan siang kami ke pusat kota buat nyari oleh-oleh. Ada toko oleh-oleh yang lumayan murah di Queentown Mall. Nama tokonya DF Souvenirs. Queentown Mall in sepanjang jalan penuh toko dan tempat makan, jadi memang rame banget. Pas kami lewat Starbucks, eh ketemu Reza Rahardian. Kami ajak ngobrol bentar, lagi liburan juga ternyata. Sempet juga masuk InstaLive dia, “Eh, nggak sengaja ketemu orang Indonesia gue.” *dadah dadah

Day 8 (26 Maret 2017) – Queentown – Auckland – Getting Home

Hari terakhir kami di New Zealand. Rencana saya nggak cuma tidur tiduran di hotel. Jadi udah mau pinjem sepatu trekking Prayoga buat ke Queenstown Hill pagi. Tapi karena malemnya tidur kemaleman buat nyicil packing, ditambah gerimis, Queenstown Hill pun batal. Rencana kedua yang gagal adalah makan siang di Skyline Gondola. Karena Queenstown hari itu mendung, gerimis, dan berkabut. Belum lagi kami belum selesai beli oleh-oleh. Jadi hari itu kami habiskan untuk final packing, makan siang di Devil Burger, dan beli oleh-oleh coklat di New World.
Devil Burger ini kalau dibanding Fergburger tentu lebih sepi pengunjung, lokasinya juga nggak serame Fergburger. Harga dan rasanya hampir sama, cuma tanpa ngantri panjang ya.
Setelah semua persiapan pulang selesai, kami balikin mobil ke depot Omega di deket Queenstown Airport jam 13:30. Dan langung ke airport untuk perjalanan pulang.

This slideshow requires JavaScript.

Fun Fact: Dari beberapa situs, Queenstown Airport dinobatkan sebagai bandara dengan view runway terbaik. Jadi boleh juga diatur buat landing atau take off di sini.
Perjalanan 9 hari saya di New Zealand sudah selesai. Jam 04:30 kami landing di KLIA2. Karena kami beda-beda kota. Jadi kami pun pisah di situ. Prayoga ngejar pesawat jam 07:00 karena dia ada kuliah siang. Adityo dan Fathoni yang nongkrong dulu di KLIA2 karena pesawat mereka masih jam 10:00, dan saya yang pindah ke KLIA karena saya naik Malaysia Airlines ke Medan. Saya nunggu lumayan lama di ruang tunggu KLIA. Pesawat saya jam take off 08:50. Jadi ada sekitar 2 jam setengah saya nunggu, sendirian. Setelah 9×24 jam bareng-bareng terus, begitu kami sampai KL, kami pisah dan saya sendirian di sini. Nunggu pesawat buat pulang ke rutinitas yang udah nungguin.
Hampir sepanjang penerbangan saya tidur karena kecapekan, sempet kebangun karena pramugari MH yang bagiin snack kacang sama jus. Saya pun nyalain tablet buat nonton film. Saya lihat di homescreen tablet saya, di bagian weather information masih bisa saya baca, Cardrona, 10°C.
Ah New Zealand, I will visit you again someday.
Ka kito anō, Aotearoa…
Day 0 – Day 2
Day 3 – Day 5

5 thoughts on “8 Days Road Trip in New Zealand (Day 6 – Day 8)

    1. Halo Mbak Tita, Mas Aditnya mana? Hehehehe.
      Iya Mbak, gambling juga jarena bergantung sama cuaca. Mumpung cuaca mendukung nggak boleh dilewatin.

      Like

  1. Gue nggak akan berani skydiving, bang! Lompat di Green Canyon aja nggak berani 😦 Daripada sampai atas gue lemes terus bikin susah orang.

    Orang NZ kayaknya pada suka ke Indonesia, ya. Kemarin ketemu yang habis dari Sulawesi (gue aja belum ke sana), di sini ketemu yang habis dari Toba.
    Wah ketemu Reza! Humble ya, ternyata. Nggak menghindar lu ajak ngobrol. Kalo gue pasti udah heboh minta foto 😀

    Like

    1. Aku nggak tau kenapa pas ngebayangin sampe telapak tangan dingin Mas. Tapi pas detik detik jatuh rasanya pasrah aja. 😀

      Iya Mas. Sebetulnya kita traveling buat melihat hal baru sih ya. Bagi orang NZ, yang bagi kita wah banget, bagi mereka biasa aja karena tiap hari lihat.

      Ada sih ini Mas foto barengnya juga. Cuma sengaja nggak ikut diupload. Hehehehe. Yang aku heran, kok dia bisa live IG, padahal kata temenku yang ngefan sama dia, Mas Reza nggak punya IG pribadi. Punya akun pribadi kurasa. Wkwkwkwk.

      Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.