8 Days Road Trip in New Zealand (Day 3 – Day 5)

Day 3 (21 Maret 2017) – Clay Cliff, Lindas Pass, Lake Hawea, Blue Pools, Thunder Creek Falls, Minnehaha Walk

P.S: Untuk yang ngikutin rute perjalanan saya, rute Haast ini kami lalui dua kali. Hari ketiga dan hari keempat. Karena dari Fox Glacier kami putar balik ke Wanaka. Banyak tempat yang kami singgahi sepanjang jalan Haast. Tempat-tempat itu kami bagi dua, sebagian kami kunjungi di hari ketiga ini, sebagian kami kunjungi di hari besoknya. Jadi kalo kamu cuma satu kali lewat Haast, silakan cek juga mana mana yang kami datengin di hari keempat ya. *wink
Kami check out dan meninggalkan Twizel sekitar jam 09:00. Tujuan pertama hari ini adalah Clay Cliff di Omarama. Nggak jauh dari Twizel, sekitar 40 menit, 38 KM. Akses ke Clay Cliff masih jalan berbatu. Lumayan nggak yakin juga karena nggak ada mobil yang barengan searah. Cuma ngandelin google maps dan ada satu penujuk arah yang kami temui sebelum keluar jalan aspal.
Sepertinya Clay Cliff ini masih dikelola pribadi, ada portalnya dan bayar 5 NZD tiap kendaraan. Nggak ada yang jaga sih, tapi menghargai yang ngelola, tetap kami bayar 5 NZD.
Clay Cliff ini bentuknya kayak rumah semut raksasa, warnanya coklat muda. Dari tempat parkir kami perlu jalan menanjak sekitar 300 meter. Di sinilah saya menyadari kesalahan fatal saya, sepatu! Cuma saya yang nggak pake sepatu trekking. Santai aja saya pake sneakers biasa. Padahal jalanan di Clay Cliff ini terjal dan licin.
Karena jalan akses ke Clay Cliff ini belum diaspal, banyak mobil yang berpapasan sama kami puter balik, nggak yakin kali ya. Masih bisa diakses sih kalo menurut saya. Karena cuaca saat itu pun terik. Kecuali kalo pas hujan kali ya.

This slideshow requires JavaScript.

 
Sekitar 30 menit kami explore Clay Cliff, baru kemudian kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kami berikutnya adalah Lake Hawea. Jarak dari Clay Cliff ke Lake Hawea adalah sekitar 150 KM, hampir 2 jam setengah. Dari Clay Cliff ke Lake Hawea, kita bakalan ngelewatin one of the best scenic roads in New Zealand, Lindis Pass. Lindis Pass ini jalan panjang dengan view bukit bukit dan padang rumput berwarna coklat sepanjang mata memandang. Jangan lupa mampir dulu di Lindis Pass Viewpoint.
Jarak dari Clay Cliff ke Lindis Pass adalah sekitar 50 menit, karena dari Clay Cliff harus putar balik lagi masuk ke jalan utama. Lindis Pass Viewpoint ada di atas bukit, nggak terlalu nanjak, sekitar 100 meter, 15 menit. View yang kelihatan bagus banget. Jalan berkelok, bukit dan padang rumput coklat, serasi dengan langit biru yang cerah.

This slideshow requires JavaScript.

Dari Lindis Pass kita langsung lanjut ke Lake Hawea. Masih sekitar satu jam lagi sebelum kami sampai di Lake Hawea. Selama satu jam perjalanan ini kami sempet berhenti sebentar di pertigaan di Tarras. Kebetulan ada rombongan touring moge dari Invercargill lagi istirahat di depan peternakan domba. Mampirlah kami sebentar, ngobrol dan foto foto.

This slideshow requires JavaScript.

 
Kami sampai di Lake Hawea sekitar jam 13:30. Banyak tempat untuk menikmati Lake Hawea. Saat itu kami masuk di jalan kecil, namanya Scott’s Beach Road. Jalan ini masuk dari Lakeview Terrace, Hawea. Scott’s Beach Road adalah jalan kecil di samping danau yang cuma cukup untuk satu mobil, kalo nggak salah sih searah. Ada restarea di situ, toiletnya bersih banget walaupun kelihatan udah lama nggak ada yang pake. Kami mampir sebentar, istirahat sambil duduk duduk di tepi danau. Cuma ada kami berempat di sini. Private lake~
Selama saya di New Zealand, ini danau paling jernih yang saya lihat. Kaki saya masuk air sebetis, dingin. Dan memang jernih banget. Mungkin karena dasar Lake Hawea ini batu batu kecil, bukan pasir atau tanah. Jadi ketika kaki nyemplung, airnya sama sekali nggak keruh. Gimana Blue Lake ya. Katanya danau terjernih di dunia. Lokasi Blue Lake ada di bagian utara pulau Selatan, di Nelson Lakes National Park. Dari kedalaman 80 meter katanya masih nampak dasar danaunya. Tapi kami nggak sempat ke sana. Beda arah.

This slideshow requires JavaScript.

Sekitar jam 14:00 kami cari makan di sekitar Lake Hawea, berhentilah kami di Sailz Lake Hawea Restaurant and Bar. Lagi lagi untuk menghindari babi saya pesan roti bakar dan telur goreng di atasnya. Mayan ganjel perut. Waitress di sini friendly abis, ngobrol sebentar, ternyata dia baru pulang dari 2 minggu trip di Sulawesi, dari Makassar naik sampai ujung Manado. Mbak Delvine.
Selesai makan siang, sekitar jam 14:30 kami melanjutkan perjalanan kami: Blue Pools! (I’m kind of too excited talking about Blue Pools)
Perjalanan dari Hawea sampai Blue Pool sekitar 58 KM, nggak sampai satu jam. Kalau kamu memang berencana lewat Haast, Blue Pools is a must. Harus ke Blue Pools. Harus.
Sampai kami di parkiran Blue Pools kita perlu jalan sekitar 15 menit, jalan turunan. Ada papan penunjuk arah. Di atasnya ada semacam papan pengumuman. Saya baca sekilas, dan kebaca “New Zealand’s Dracula”, cuma nggak saya baca lebih lanjut.
Kita ngelewatin satu jembatan gantung di sini. Pas pulangnya si Prayoga setengah lari di jembatan ini, jadilah jembatan ini ngayun kenceng. Eh tiba tiba ada cewek yang nggak kami perhatiin teriak, “Jangan lo goyang!” Kami pun reflek, “ Eeeeeeh.” Sambil ketawa kabur.
Blue Pools ini adalah bagian dari Blue River yang agak lebar dengan air tenang. Airnya? Biru jernih. Begitu lihat airnya sebiru dan sebening itu, kami jadi pingin nyebur. Kamu bisa lompat dari jembatan di atas Blue Pools, sekitar 10-12 meter. Jadi apakah kami lompat? Of course we did!
Awalnya kami ragu, dengan air sebening itu, kami bisa lihat dasarnya. Apa iya cukup dalem? Untung pas kami sampai di situ ada satu cewek yang lompat juga dari jembatan. Oooh, it’s deep enough, aman berarti. Dan kalo kamu sampai di Blue Pools, harus nyobain lompat dari jembatan di atasnya ya. Jangan lupa, pastikan dulu kalo blue poolsnya lagi dalem ya, siapa tahu lagi surut.

This slideshow requires JavaScript.

Pas sebelum saya nyebur, saya sholat dulu jamaah sama Prayoga. Di sinilah sholat saya bener bener diuji. Kami diserang “New Zealand’s Dracula”. Bentuknya kecil hitam seperti lalat buah, tapi gigit dan bikin gatel. Banyaaaak. Bedanya sama nyamuk, nyamuk kalo nempel di kulit, badan kita goyang aja dia terbang, ini enggak. Santai aja mereka nempel nempel di kaki sama tangan saya. Gatel, tapi harus ditahan karena lagi sholat. Baru tahu namanya adalah sandfly/blackfly. Gatelnya sebentar aja, nggak ninggalin bekas bentol kayak nyamuk. Itu yang kami lihat waktu itu. Nggak taunya udah dua minggu saya pulang dari New Zealand, beberapa kali kerasa gatel dan baru sadar kalo ada titik titik merah banyak, bekas gigitan sandfly ini.
Sekitar jam 18:00 kami gerak dan menuju Thunder Creek Falls. Jadi sepanjang Haast Pass ini banyak sekali air terjun dan sungai yang bisa dikunjungi. Tapi karena keterbatasan waktu, kami cuma mampir ke dua air terjun dan blue pools.

This slideshow requires JavaScript.

Berbeda dengan pemandangan yang kami temui sebelum sampai di Hawea, bukit bukit dan padang rumput yang coklat, di Haast Pass jalnan nanjak, dan kanan kiri kami sepanjang jalan sampai Fox Glacier adalah pohon pohon, bukit, dan gunung berwarna hijau.
Kami cuma 15 menit di Thunder Creek Falls. Dari Hawea tadi kami nggak dapat sinyal, padahal check in terakhir di penginapan kami paling telat jam 21:00. Kami buru buru gerak dari Thunder Creek Falls. Sempet berhenti kami di kota Haast buat cari sinyal, tapi nihil. Menurut maps.me, kami baru sampai penginapan kami di Fox Glacier sekitar jam 22:00, jadi sempat kepikiran juga buat batal ke Fox Glacier dan cari penginapan di Haast. Waktu nyusun itinerary, blue pools sampai Fox Glacier itu 190 KM ditempuh cuma 2 jam seperempat. Tapi waktu saya buka maps.me, ternyata makan waktu 5 jam setengah! Ternyata karena jalanan Haast Pass yang belok belok dan sempit. Kami nggak bisa ngebut. Keluar dari Haast kami melewati Knight’s Point, satu tempat resst area yang menghadap ke arah barat langsung ke Laut Tasman, waktu kami lewat matahari tepat mau tenggelam, tapi nggak bisa mampir, sudah jam 19:30. Kami harus cari sinyal buat ngabarin motel buat self check in. Jadilah view sunset di laut tasman cuma bisa kita lihat sekilas sekilas pas nggak ketutup pepohonan.
Sudah jam 20:00 dan kami belum juga dapet sinyal,akhirnya kami nemu penginapan di tengah tengah hutan. Ada payphone di depannya. Kami turun lah untuk telpon penginapan di Fox Glacier dari payphone itu. Tapi gagal. Nggak bisa pakai koin, harus pakai credit card. Udah saya coba berkali-kali pakai credit card, juga tetep gagal. Akhirnya kami memberanikan diri pinjam telpon di penginapan itu. Kami ketuk, dan keluar ibu ibu. Saya bilang saya mau pinjam telpon, ngejelasin kondisi, dan HP nggak nangkep sinyal. Dan ibu itu pun mengiyakan, “You phone doesn’t work here.” Dia pun bersedia minjemin telponnya. Alhamdulillah…
Setelah beres request ke penginapan kalo kami bakal nyampe sana telat, kami pun melanjutkan perjalanan. Dan akhirnya tiba di penginapan Fox Glacier sekitar jam 21:00 lebih. Kunci kamar saya sudah ditaro diamplop lengkap dengan semua map, password WiFi, dan rulesnya. Setelah kami naro barang-barang di kamar kami cari makan malem. Ada tempat makan yang kami singgahi, Cook Sadle. Konsep tempat makannya kayak saloon di film film western. Kami beli chicken nugget dan kentang goreng. Masing masing dua porsi dan kami pesan takeaway. Tapi ternyata pas kami balik ke hotel, rupanya yang dibungkus ada tiga kentang goreng, dan satu chicken nugget. Pas kami cek receiptnya, diinput orang itu juga tiga kentang goreng sama satu chicken nugget. Terpaksalah chicken nugget satu porsi enam potong kami bagi berempat.
Setelah mandi kami cek langit, agak gerimis, tapi kami tetep siap-siap ke Minnehaha Walk. Malam-malam? Yes. Kami mau lihat glowworm di sini. Dari banyak review yang saya baca, kita bisa lihat banyak glowworm di Minnehaha Walk. Masuk ke dalam hutan sih sebenernya. Tapi Fathoni nggak ikut, mau istirahat aja dia. Dari review yang saya baca lagi, nggak jauh buat nemu glowworm di Minnehaha Walk, cukup 5 menit jalan dari jalan raya. Jadilah kami bertiga nyari jalan masuk Minnehaha Walk. Jelas sih petunjuk arahnya.
Kami nyalakan headlamp dan menyusuri Minnehaha Walk. Ada mungkin sekitar 10 menit lebih kami jalan, dan berkali kali coba matiin headlamp buat ngecek, apa udah kelihatan belum glowwormnya. Tapi semakin kami masuk ke hutan, nggak muncul juga glowwormnya. Akhirnya kami ketemu persimpangan. Dan nggak ada petunjuk Minnehaha Walk. Kami rasa, Minnehaha Walknya udah abis, udah nyambung ke walking track lain. Dan yes, kami gagal ketemu glowworm. Pas di jalan balik, kami masih coba nyala-matikan headlamp. Ada beberapa titik titik menyala di pepohonan. Tapi dikit banget. Apa itu glowworm? Atau halusinasi kami aja? Ah, sudahlah. Kami balik aja ke penginapan dan dengan muka excited mamerin ke Fathoni yang udah selimutan kalo Minnehaha Walk bagus banget. Jadi sebelum Fathoni baca tulisan saya ini, dia masih ngira kami dapet view glowworm di Minnehaha Walk. *sigh

Day 4 (22 Maret 2017) – Fox Glacier Valley Track, Lake Matheson, Fantail Falls, Haast Pass Lookout, Lake Wanaka

Pagi jam 09:00 kami check out dari penginapan dan cari sarapan dulu. Ada Café Nefe yang kami jadikan tempat buat sarapan. Sekitar jam 10:00 kami menuju Fox Glacier Valley Track. Sepanjang kami di Fox Glacier cuaca selalu mendung, dan berkabut, bahkan kadang gerimis dikit. Fox Glacier Valley Track ini area trekking dengan fitness level: easy-moderate. Karena landai di awal dan lumayan nanjak di akhir. Tracknya menyusuri sungai hasil glacier yang meleleh. Banyak tali pembatas sepanjang jalan, karena berpotensi banjir dan rock falling.Jadi hati-hati ya, ikuti saja tanda peringatan. Sepanjang jalan kanan kiri kami adalah lembah dialiri sungai dengan sisi sisinya tebing tebing tinggi dan berkabut, saat itu udara sekitar 8°C, ditambah angin dan sesekali hujan, dingin banget.

This slideshow requires JavaScript.

 
Fox Glacier Valley Track ini adalah opsi untuk melihat Glacier dari dekat dengan gratis. Banyak fasilitas yang menawarkan banyak activity, dari trekking nyusurin Glacier, manjat Glacier, sampai Heli Hike. Untuk Fox Glacier Valley Track sendiri bisa ditempuh kurang lebih satu jam return.
Sayang, pas kami sampai ujung track, view glacier ketutup kabut. Cuma keliatan sungai biru pucatnya aja. Kami istirahat bentar sebelum akhirnya balik ke mobil buat ngelanjutin perjalanan.
Kami gerak dari Fox Glacier Valley Track sekitar jam 12:00 dan menuju ke Lake Matheson, danau yang terkenal dengan perfect reflectionnya.
Nggak jauh lokasi Lake Matheson, sekitar 15 menit saja. Di dekat tempat parkir ada Matheson Café sama toko oleh-oleh yang lumayan murah dan kualitasnya bagus. Sebetulnya di Te Anau dan Queenstown ada juga toko oleh oleh yang lebih murah. Tapi saya pribadi lebih suka barang barang di toko ini. Nama tokonya ReflectioNZ.
Sebetulnya kita bisa muterin Lake Matheson, dengan waktu sejam setengah. Tapi kalau seperti kami, yang diburu buru waktu, kami cuma jalan sampai Jetty Viewpoint, sekitar 30 menit return, sekitar 2.5 KM. Lake Matheson ini di tengah hutan, dan dari Jetty Viewpoint (seharusnya) kita bisa lihat bukit bukit serta Mt. Cook dan Mt. Tasman yang direfleksi sempurna oleh danau. Tapi sayang, pas kami ke sana cuaca (masih) berawaan, jadi bukit-bukitnya aja yang keliatan dari danau.
Danau ini warnanya coklat tua, dan untuk bisa melihat refleksi pada danau, permukaan air harus bener bener tenang. Karena sedikti aja ada angin, bayangan di danau bakalan kabur.

This slideshow requires JavaScript.

 
Kami mampir bentar di ReflectioNZ, beli beberapa kaos, dan langsung gerak. Seharusnya, kalau punya banyak waktu, bisa dilanjut ke Franz Josef Glacier, yang nggak jauh dari Lake Matheson. Franz Josef Glacier pun sebetulnya sudah masuk di itinerary kami, tapi karena kami harus sampai di Wanaka hari itu juga, terpaksa  Franz Josef Glacier kami coret.
Kami berangkat dari Lake Matheson sekitar jam 13:30. Kami sempetin dulu mampir di supermarket di Fox Glacier, buat beli bahan makanan, persiapan siapa tahu nggak sempat lagi  mampir ke supermarket. Kami beli telur dan sosis buat vegetarian lagi. Kali ini kami salah ambil, sosis rasa rosemarry. Yang kata temen temen lain rasanya aneh, tapi kok enak enak aja ya menurutku. Hahahaha.
Perjalanan kami ke Wanaka sebenernya balik lagi ke arah Hawea. Hawea dan Wanaka itu sebelahan. Kami mampir dulu di Knight’s Point buat sholat dan ke toilet. Lagi-lagi di sini kami diserbu sandfly!
Saat kami berada di Knight’s Point, lokasinya sedang direnovasi. Bentuknya tebing langung mengarah ke Laut Tasman. Di ujung tebing yang menjorok ke laut itu keliatan retak dan dipalang. Sepanjang Haast Pass memang rawan longsor, pas perjalanan balik ini kami kami bahkan ketemu perbaikan jalan. Jalan dibuka tutup, dan harus nunggu sekitar 15 menit.
Sekitar jam 17:15 kami mampir dulu ke Fantail Falls. Di sini banyak orang ninggalin jejak batu batu yang disusun vertical, ada juga yang melengkung. Buat ngedeketin air terjunnya, kami harus nyebrang sungai yang airnya jernih banget. Nggak dalem, tapi dinginnya itu. Ada sih batang kayu yang dijadiin jembatan, tapi saya memutuskan buat lepas sepatu dan nyebrang.

This slideshow requires JavaScript.

Dari Fantail Falls kami singgah lagi di Haast Pass Lookout. Kami kira Haast Pass Lookout ini viewpoint yang nggak jauh dari tempat parkir. Kami sama sekali nggak bawa bekal air minum, karena kami kira dekat. Ada juga papan penunjuk arah, 30 menit return. Setelah kami mulai naik, bisa saya bilang ini track dengan fitness level: Moderate. Nanjak! Atau mungkin karena kami sama sekali nggak bawa bekal apapun.
Tapi begitu kami sampai di puncak, capek kami terbayar. Seluruh hutan yang kami lalui sepanjang jalan kini nampak dari atas Haast Pass Lookout. Hijau semua. Ditambah lagi kelihatan satu gunung dengan puncak yang tertutup es.

This slideshow requires JavaScript.

Baru dari Haast Pass Lookout kami langsung menuju kota tempat kami bermalam, jam 18:30 sampailah kami di Wanaka!
Wanaka ini kota di pinggir Lake Wanaka dantermasuk kota yang ramai. Banyak traveller yang juga singgah di sini. Sepanjang jalan ramai. Kami langsung mencari spot yang terkenal di Lake Wanaka: That Wanaka Tree. Wanaka Tree adalah pohon di pinggir Lake Wanaka, berdiri sendiri dengan batang yang condong. Ketika kami sampai di sekitar Wanaka Tree, kami ketemu turis dari Malaysia yang ngajak ngobrol. Fathoni yang ngobrol lama dengan Pak Cik ini, cerita-cerita tentang tujuan kami esok hari, Roys Peak. Karena udah mulai gelap, jadi saya tinggal Fathoni sama Pak Cik ini, si Adityo sama Prayoga udah duluan foto foto di Wanaka Tree.

This slideshow requires JavaScript.

Waktu di mobil Fathoni cerita tentang Pak Cik tadi. Dia dan istrinya naik ke Roys Peak jam 08:30 pagi dan baru selesai jam 16:00. Padahal rencana kami hari besok itu trekking di tiga tempat. Roys Peak, Rocky Mountain Track, dan Mt. Iron. Begitu kami tahu kalu Pak Cik tadi habis 7 jam setengah buat trekking di Roys Peak, mulai muncul keraguan di wajah kami buat lanjut ke Rocky Montain Track dan Mt. Iron. Saya sih sok sok santai aja, “Udah jalanin aja. Kalu pulang dari Roys Peak capek dan udah kesorean ya Mt. Ironnya aja yang cuma sejam.” Hahahaha. Dan akhirnya kami memutuskan buat mampir ke New World dulu sebelum check in di penginapan buat beli kebutuhan buat trekking besok hari.
Malam itu kami beli ayam yang siap digoreng, sudah dibumbu. Tapi karena ayam masih mentah, jadi tetep butuh waktu yang lama buat ngegorengnya. Dan saya khilaf, nggak terhindarkan lagi makan Mie Instant.
Penginapan kami ada di bawah bukit, tapi sayangnya kami nggak disediain selimut. Ada heater sih. Tapi heater itu serba salah menurut saya. Sebelum tidur kepanasan, kami kecilkan, rupanya pas malam kami kedinginan. Si Prayoga akhirnya turun dari kasur, dan tidur di depan heater.

Day 5 (23 Maret 2017) – Roys Peak

Kami bangun dan sarapan lebih pagi dari biasanya. Jam 06:15 kami sudah bangun, padahal masih di luar masih gelap. Target kami adalah 5 jam return di Roys Peak ini. Kami sarapan roti bakar, telur, sosis rasa rasp berry, dan susu. Lalu siap siap check out dan langsung menuju Roys Peak.
Yang harus disiapin untuk trekking di Roys Peak: Air minum dan makanan buat ganjel perut. Air minum yang banyak ya, kami cuma bawa dua botol air minum @1.5 L, dan itu kurang.
Untuk naik ke Roys Peak, kita bayar 2 NZD setiap orang. Sama kayak waktu di Clay Cliff, nggak ada yang jaga. Tapi tetep, kami bayar 8 NZD untuk empat orang.
Karena pegalaman buruk pake sneakers di tempat trekking sebelum sebelumnya, saya akhirnya pinjem sendal gunung si Fathoni. Itupun ada bule yang negor di tengah jalan, “You’re wearing flip flop, that’s impressive.
Kami start naik Roys Peak jam 08:00. Pagi itu sangat cerah, dan sangat dingin. Di aplikasi HP bahkan bilang kalo udaranya sampai 3°C. Kami bawa satu ransel berisi bekal yang kami bawa bergantian. Saya setel timer di HP. Setiap 30 menit, ransel dioper ke orang berikutnya. Baru 10 menit kami jalan, view danau beserta bukit bukit dan kota Wanaka udah mulai keliatan. Apik!
Pas pertama kami naik, cuaca cerah, nggak ada awan, cuma puncak Roys Peak yang ketutup kabut sedikit.  Sempet saya becanda sama si Adityo, “Itu, kita trekking sampe nembus kabut ya, seru.” Dan, sejam setengah kami jalan, kabut mulai turun, mulai gelap lah sekitar kami, jarak pandang pun mulai pendek. View danau dan kota Wanaka yang dari awal nemenin kami mulai ilang. Akhirnya makin sering lah kami istriahat. Minum, makanin cemilan. Udah pesimis saya 5 jam return Roys Peak. Di tengah jalan kami ketemu sepasang bule yang nyapa kami. Dia bilang, “It’s still cloudy up there. One hour you reach the top, i’m pretty sure it will be clear. So just enjoy your walk.” Makin males lah kami gerak cepat cepat, banyak istirahatnya.
Akhirnya kami sampai di puncak jam 12:30, dan cuma kabut yang kami lihat. Orang-orang banyak yang cuma duduk duduk, ada juga yang berjemur. Lama sekitar satu jam kami duduk duduk nunggu kabut lewat, mulai kelihatan lah gunung gunung tinggi jauh di ujung sana, menjulang di atas karpet awan. Sampai akhirnya kami memutsakan untuk turun karena udah jam 13:00. Begitu kami turun, kabut yang sepanjang jalan nemenin kami naik, udah kabur. Hilang semua kabut tadi. Ternyata, 4 jam lebih kami naik, dibayar dengan view luar biasa kerennya ketika kami turun dari Roys Peak ini.

This slideshow requires JavaScript.

 
5 jam yang jadi target saya buat bisa pulang pergi trekking Roys Peak gagal sudah, apalagi mau nambah Rocky Mountain Track sama Mt. Iron. We definitely need more than a day to visit Wanaka. Jam 15:30 baru sampai parkiran mobil dan balik ke pusat kota Wanaka buat makan siang. Asli, kami kelaparan.
Kami nemu restaurant Jepang di Wanaka, namanya Sasanoki Japanese Kitchen. Saya pesan Tori Chicken Udon dan Sashimi. Enak.
Hari itu kami akan bermalam di Cardrona. Kami memang sengaja mencari tempat penginapan yang jauh dari kota. Biar lebih kerasa tenang. Nggak ada supermarket di Cardrona, jadi kami belanja dulu di New World buat makan malem dan sarapan besok. Jarak Wanaka dan Cardrona juga deket, cuma 24 KM. Jadi sekitar 20 menit udah sampai.
Cardrona ini kalau winter banyak orang datang untuk olahraga ski. Tapi karena kami ke sana pas Autumn, jadi sepi banget kotanya. Cocok!
Begitu masuk Cardrona, di kiri jalan kami disambut sebuat tempat yang namanya Bradrona. Kalau kamu pernah lihat padlock fence, tempat yang sepanjang pagar dipenuhi dengan padlock atau gembok. Kalo di Bradrona adalah bra fence, tempat di bawah lembah bukit-bukit yang sepanjang pagar dipenuhi ribuan BH. Bra fence ini adalah sebagai bentuk dukungan untuk New Zealand Breast Cancer Fundation. Silakan yang mau menyumbang, atau bentuk dukungan lain kayak lepas BH dan ikut digantungin di pagar.

This slideshow requires JavaScript.

Dari Bradrona, penginapan kami sudah dekat. Ada di kiri jalan sebelum Cardrona Hotel. Dari semua penginapan kami selama di New Zealand. Ini salah satu yang paling baik, paling nyaman, paling asik. Suasananya tenang banget, dingin, bersih, tapi tempat tidurnya hangat (apa karena kami nyalain perapian sepanjang malem kali ya).
Buat nyalain perapian, kami disediain kayu dan kapak. Jadi sore sore, dengan udara yang dingin banget, kami harus belah belah kayu dulu buat amunisi ngadepin malem yang dingin. Rumah yang punya samping sampingan dengan tempat kami nginap. Saya sempet ngetok rumah yang punya buat minjem korek api. Pas dibuka, anjing mereka, Cheese, ikut keluar dan ngampirin saya. Si Cheese ini langsung ngendus ngendus sama jilat jilatin saya. Karena udah terlanjur kena air liur anjing, yosudah lah, sekalian aja saya elus elus si Cheese ini. Yang punya penginapan sampai berkali kali negur, “Cheese, stop licking.”
Padahal saya habis mandi, kaos sama celana udah bersih, terpaksa saya mandi (tujuh kali) dan pakaian saya pisah pake kresek bekas belanjaan New World.
Sepanjang malem kami udah mulai resah, senyum senyum sendiri ngebayangin hari besok. Hari keenam sebetulnya jadi hari yang paling kami tunggu-tunggu selama perjalanan di New Zealand. Yes, we did something crazy. We skydived!
Day 0 – Day 2
Day 6 – Day 8

2 thoughts on “8 Days Road Trip in New Zealand (Day 3 – Day 5)

  1. SIBANGKE ITU ROY’S PEAK KEREN PARAH!!!

    Semua tempat di atas bagus banget, bang. Kecuali Thunder Creek Falls yang menurut gue biasa-biasa aja. Eh tapi kalo gue jadi lu, gue akan skip beberapa obyek wisata yang mirip-mirip (misal danau atau air terjun), pilih 1 atau 2 yang diprioritaskan, lalu waktu yang ada dipakai buat eksplor kota. Interest-ku memang lebih ke urban tourism, sih.

    TERUS GUE NGEKEK PAS LU DITEGUR BULE xD

    Liked by 1 person

    1. Iya Mas, bangeeet. Tapi karena ternyata levelnya termasuk susah, jadi harus seharian sendiri kalo mau trekking ke Roys Peak.

      Hahaha. Beberapa tempat kayak Thunder Creek Falls sebenernya termasuk tempat tempat yang masuk list ‘kalo sempet’ sih Mas. Kecuali Blue Pools yang emang bikin puas.
      Sebetulnya kami (atau aku ya?) kurang suka wisata kota, jadi biasanya disempetin pas kebetulan habis landing atau mau pulangnya Mas. Jadi keliling kota cuma di Queenstown aja.

      Hahahaha, beneran salah kostum. Beberapa hari sebelumnya pada nggak bilang mau pake sepatu trekking.

      Liked by 1 person

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.