17-08 Raun Raun Kota Medan

Masih belum telat kan untuk cerita tentang peringatan HUT RI ke 72 Agustus kemaren? Karena kesibukan kerja yang sangat meningkat (beneran meningkat, pas saya bikin rekapan kerjaan, dokumen bulan Agustus yang saya dan tim satu ruangan kerjain 5 kali lipat dari bulan lalu). Daaan akhirnya pertengahan September saya baru bisa curi curi waktu kerja lagi buat bikin tulisan ini: 17-08 untuk Indonesia, 17,08 Kilo saya ajak raun-raun kota Medan!
Apatuh raun-raun Bar? Yah, saya maklum buat kalian yang bukan asli orang Medan atau belum lama tinggal di Medan pasti nggak tau. Raun-raun artinya keliling-keliling, muter-muter, bisa juga diartiin jalan-jalan. Dari serapan bahasa Enggres, round yang artinya keliling. Bahasa orang Medan itu memang khas, beda. Bukan bahasa daerah loh, beneran bahasa Medan. Sebenernya pakai bahasa Indonesia, cuma beberapa kata menggunakan kata-kata serapan dari beberapa bahasa daerah. Batak, Jawa, Melayu, Aceh, sampai bahasa Enggres kayak raun-raun tadi. Kok bisa gitu? Iya, berdasarkan analisis saya yang udah empat tahun tinggal di Medan, dengan mulut dan telinga saya yang bisa dibilang mayan lancar cakap bahasa Medan, dikarenakan kota Medan ini diisi banyak suku dan etnis – Melayu, Batak, Jawa, Minang, Tionghoa. Dan menurut saya tidak ada yang terlalu mendominasi, alhamdulillah hidup berdampingan dan damai~
Setelah beberapa saat lalu saya nonton video di YouTube, dari Bang Ghandy November, ini nih videonya yang mau nonton juga. Asli ngakak saya.
Oke, tanpa membahas video Bang Ghandy lebih lanjut, saya mau ngajak kalian buat raun-raun kota Medan. Medan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia (Bener kan ya?) dan banyak banget tempat-tempat yang bisa dikunjungin kalo kamu mampir di sini. Danau Toba, Sipisopiso Waterfall, Berastagi, Taman Simalem, Mursala Waterfall, dan banyaaak lagi. Tapi itu sebenernya di luar kota Medan. masih harus berkendara lagi. Danau Toba misalnya, harus berkendara dulu sekitar 5 jam ke Parapat, atau 6 jam kalau lewat Berastagi dan Tele. Jadi kalau kamu di Medannya cuma sebentar, mampir ke mana dong? Medan is definitely worth your visit even just for a day, especially the culinary! Tapi karena saya kurang bisa mendeskripsikan tentang makanan, ayok, saya ajak raun-raun wisata kota Medan, sekaligus memperingati anniversary Indonesia yang ke 72. Horas!
Keliling 17,8 K kota Medan ini sebenernya sekaligus virtual run yang diselenggarain dua virtual race organizers sekaligus. Tentang virtual run sudah saya jelaskan dengan gamblang di postingan saya pas keliling kota Magelang di sini. Terus kok bisa langsung dua virtual race organizers? Yes, sebenernya ini agar ngetrick (Did I cheat?). Saya daftar Indonesia Independence Day Virtual Run dari 42 race,juga satu lagi daftar Merdeka Run dari 99 Virtual Race yang mobile appnya bisa di download di App Store atau Google Play, jadi sekali lari hasilnya saya upload ke dua organizers langsung, dan dapet dua medali. Yeay!
Jadi saya start lari dari rumah sekitar jam 06.20, sengaja saya mulai lari agak siang biar nggak gelap gelap amat. Jam 06.20 di Medan ini masih remang-remang. Untuk perbandingan, adzan subuh di Medan dan di Magelang bisa beda sekitar 30-40 menit.
Start lari saya mulai dari rumah kontrakan di jalan Alfalaah, dekat kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), saya masuk ke Jalan Muchtar Basri dan terus sampai berbelok di Jalan Karantina. Sengaja saya muter buat menghindari Jalan Gaharu, yang dipenuhi lubang lubang yang kedalamannya nggak bisa saya prediksi biarpun hilal sudah terlihat. Jadi saya berbelok di Simpang Glugur sebelum akhirnya muter dan masuk ke Jalan Gaharu.
Hampir sepanjang Jalan Gaharu ini separo jalan rusak, dan tergenang air sehabis hujan di bulan Desember. Di bulan Deseeeeember.. Situ ikutan nyanyi?
Di persimpangan jalan Jawa, saya belok ke kanan, ngelewatin rel, dan sampai di Monumen Perjuangan 66. Mengapa namanya Monumen Perjuangan 66? Dari beberapa artikel yang saya baca, Monumen Perjuangan 66 yang lokasinya di dekat Jalan Stasiun Rel Kereta Api, menjadi tanda kejadian penting pada tahun 1965 di kota Medan yaitu Tragedi Kampung Kolam. Setelah lebih jauh browse sana sini tentang Tragedi Kampung Kolam, banyak artikel yang menceritakan kejadian yang erat hubungannya dengan PKI. Back in ’65.
Monumen 66 Medan
Dari Monumen Perjuangan 66 saya sampai di Stasiun Kereta Api bandara pertama di Indonesia. Stasiun Kota Medan. Selain menyambungkan kereta api dari Medan Kota ke Bandara, stasiun ini juga mengoperasikan kereta api jurusan Rantau Prapat, Binjai, Siantar, Kisaran, dan Tanjung Balai. Di depan Stasiun Kota Medan, ada lapangan Merdeka. Ada monumen juga kalo nggak salah di dalam Lapangan Merdeka ini, tapi karena lapangan sedang dipersiapkan untuk upacara bendera, nggak mungkin saya nyelonong aja, jogging pake celana emesh terus poto poto.
Stasiun Kota Medan
Dari Stasiun Medan saya muterin Lapangan Merdeka satu kali. Di sekitaran lapangan merdeka ada beberapa tempat-tempat bangunan tua peninggalan jaman kolonial. Ada Gedung London Sumatera, Bank Indonesia, Tugu 0 KM dan Kantor Pos Kota Medan.
Pintu Masuk Lapangan Merdeka
London Sumatera
Bank Indonesia
Tugu 0 KM dan Kantor Pos
Habis beres muterin Lapangan Merdeka satu kali saya nyebrang ke Jalan Jawa. Dari sini saya ngelewatin Titi Gantung. Apa tuh Titi Gantung? Titi itu jembatan, jadi Jembatan Gantung. Jembatan ini melintasi di atas rel kereta api Stasiun Medan. Dan di sekitarannya dulu banyak orang berjualan buku buku bekas, jadi bisa dijamin murah. Tapi sekarang penjual buku-buku bekas ini tempatnya sudah dipindah di Lapangan Merdeka, di depan Stasiun.
Kalo sore banyak orang jualan jajanan di sini. Jadi banyak orang-orang pada nongkrong. Kalo kamu beruntung, kamu bisa ketemu ABG ABG hits Medan lagi pada poto poto di sini.
Titi Gantung
Titi Gantung dan Vihara Setiabudi
View dari Titi Gantung
Stasiun Kereta Api dari Titi Gantung
View rel kereta api dari Titi Gantung
I guess I was lucky, tuh ada ABG Hits Medan lagi pada foto foto (Yang pake topi)
Setelah masuk ke Jalan Jawa, saya menyusuri Jalan Irian Barat. Area di sini banyak berderet pertokoan. Kalo di beberapa daerah kayak Pecinannya gitu kali ya? Dekat alun-alun (lapangan merdeka), lalu di awal jalan kita bisa ketemu Vihara Setia Budi (atau Kelenteng? Maaf saya kurang perhatikan).
Dari Jalan Irian barat saya masuk ke Jalan Cirebon sampai di persimpangan PDAM Tirtanadi. Nah di sini kita bisa ketemu salah satu icon kota Medan, Menara Air PDAM Tirtanadi.
Vihara Setia Budi
Menara Air PDAM Tirtanadi
Dari PDAM Tirtanadi saya ambil lurus terus dan mulai masuk ke Jalan Sisingamangaraja. Dulu jaman saya SD sampai SMP masih inget di deretan foto foto Pahlawan Kemerdekaan Nasional, ada foto Sisingamangaraja XII. Waktu itu saya mengartikan Sisingamangaraja sebagai penggalan kata, ‘ada singa yang memakan raja’, Si Singa mangan Raja, The lion eats the king, dan ternyata ‘mangan’ yang berarti ‘makan’ tidak cuma dalam bahasa Jawa, bahasa Batak pun ternyata ‘mangan’ itu artinya ‘makan’. Nope, bukan itu. Dari beberapa artikel yang saya baca, Sisingamangaraja berasal dari kata ‘Singa’ dalam bahasa Batak artinya konstruksi/rumah, lalu Mangaraja yang berarti Maharaja. Jadi gelar Sisingamangaraja berarti Maharaja dari Landasan/Aturan. Kurang lebih seperti itu. Ada juga tafsiran lain yang menyatakan ‘Singa’ berasal dari bahasa sansekerta ’Sanga/Sangha’ yang berarti ‘Menyatu’ sehingga berarti Maharaja yang menyatu dengan alam/rakyatnya. Artikel tentang gelar Sisingamangaraja ini bisa dibaca blog TanoBatak. Ada juga monumen Sisingamangaraja XII di kota Medan ini, sayang jalurnya nggak ikut saya lewatin.
Di Jalan Sisingamangaraja ini saya ketemu dengan Mesjid Raya Al Mashun, atau warga Medan akrab dengan Mesjid Raya. Karena lokasinya di simpang empat jalan, otomatis simpang ini disebut simpang Raya. Masjid Raya ini dibangun awal tahun 1900an, ketika tanah Medan waktu itu menjadi kekuasaan Kesultanan Deli. Jadi tanah kota Medan dan Deli Serdang ini awalnya adalah milik Kesultanan Deli. Sampai saat ini Kesultanan Deli masih ada, tapi nggak kayak Keraton di Jogja yang memiliki kekuatan politik.
Dari Masjid Raya saya berbelok ke Jalan Mesjid Raya sampai di simpang tiga dan ketemulah dengan Istana Maimun. Istana Maimun ini juga salah satu bangunan Kesultanan Deli. Di dalam disediakan sewa pakaian adat Kesultanan Deli. Menurut saya pribadi, Mesjid Raya dan Istana Maimun ini masih kurang perawatannya. Kalau makin dirawat, ditata, dan dijaga, tentu makin banyak orang-orang sudi mampir ke mari ya.
Simpang Raya Medan
Masjid Raya Medan
Istana Maimun
Jalan Brigjend Katamso, dekat Istana Maimun
Dari Istana Maimun saya berbelok ke Jalan Letjend Suprapto dan luruuus terus sampe ketemu Taman Ahmad Yani. Di sini banyak juga orang-orang pada ngumpul, ada yang olah raga, atau duduk duduk aja ngobrol. Lalu saya lanjut sampai ketemu simpang tiga dan belok ke kanan di Jalan S. Parman. Di Jalan S. Parman ini ada gallery punya Bapaknya Raline Shah, Rahmat International Wildlife and Gallery. Katanya Gallery punya Rahmat Shah ini adalah Gallery satwa liar pertama di Asia Tenggara, di dalamnya menyimpan hewan hewan hasil hobi Om Rahmat, berburu. Yang mau ngintip dalemnya bisa mampir ke blog Mas Bambang.
Jembatan Sungai Deli
Sungai Deli
Jalan Letjend Suprapto Medan
Taman Ahmad Yani
Taman Ahmad Yani
Jalan Jend. Sudirman
Simpang Diponegoro
Setelah dari Rahmat Gallery, rute saya sedikit melawan arus karena jalan di depan saya searah. Jadi kalau kamu naik kendaraan bermotor, bisa muter sedikti yes. Saya mah jalan kaki, bebas. Nggak bebas juga sih, harus tetep hati-hati dan sebisa mungkin ambil trotoar.
Habis ketemu Cambridge (By the way, ini mall. Setelah ada Cambridge, ada mall baru Manhattan). Saya berbelok ke arah Sun Plaza (Yes, ini mall lagi) dan yes, saya ngelawan arah lagi. Sempet papasan sama anak anak Runvolution Medan. Beneran saya yang salah jalur ini mah. Hahahaha.
Dari Sun Plaza saya ambil jalan luruuus terus masuk ke Jalan Zainul Arifin dan masuk ke Jalan Palang Merah, dan belok kiri masuk ke area kota tua Medan, Kesawan. Sebetulnya kalo dari Istana Maimun tadi saya nggak belok kiri dan ambil jalan lurus terus, sampe juga di Kesawan ini. Tapi ya namanya raun raun, keliling cari jalan ke sana ke sini.
Sepanjang Kesawan kita ketemu banyak pertokoan dan tempat makan dengan gaya bangunan tua peninggalan Belanda. Termasuk kita ngelewatin Rumah Tjong A Fie. Siapa itu Tjong A Fie? Tjong A Fie adalah imigran asal China, pengusaha yang banyak turut membantu pembangunan kota Medan kala itu, sekaligus pemimpin orang Tionghoa sekitar akhir 1890 sampai 1900an. Dan rumahnya yang terletak di area Kesawan dibuka kok untuk umum. Tentu saja saya nggak mampir karena Tjong A Fie Mansion baru buka jam 9 pagi sampe jam 5 sore. Dan saya juga nggak yakin buka pas tanggal merah.
Rahmat International Wildlife Museum and Gallery
Simpang Kesawan
Kesawan
Tjong A Fie Mansion
Dari area Kesawan saya ketemu di gedung London Sumatera. Yak, kalo kamu beneran nyimak tulisan ini, saya udah ngelewatin tempat ini. Karena London Sumatera lokasinya ada di salah satu persimpangan di seberang Lapangan Merdeka. Dari situ saya lewat lagi Bank Indonesia. Kali ini pas banget sedang dilakukan upacara bendera, dan bendera merah putih lagi proses pengibaran. Dari Bank Indonesia ketemu lagi Tugu 0 KM dan Kantor Pos, lalu luruuuus terus dan sampai di simpang empat paling saya jauhi di Medan, simpang Glugur. Karena menurut saya macet banget, semrawut karena banyak yang nyerobot dan nabrak marka jalan (Ada markanya ya? Kayaknya enggak ding). Apalagi kalo lampur merahnya lagi mati. Beegh, sudah Pak, putar balik saja. Muter.
Pengibaran Bendera Merah Putih di Bank Indonesia
Jalan Putri Hijau
Simpang Glugur. Masih pagi, masih sepi~
Dari simpang glugur ini, saya sudah masuk KM 15, sesuai perhitungan. Jadi sebetulnya sehari sebelum saya lari saya udah atur rutenya pake google map. Jadi tinggal ngelanjutin 2 kilo lagi dengan arah pulang. Sambil sedikit-sedikit ngecek jam, jangan nyampe jaraknya kelebihan. Dan yeay! Finish 17,08 kilo pada 17-08, untuk Hari Ulang Tahun Indonesia ke 72!
Rute Raun Raun Kota Medan
Ini rute saya lari 17-08 di Medan. Kalau ada yang mau ngintip ngintip lebih dalam, bisa mampir ke mari.
Selesai lari, saya submit data lari saya di website 42race, kalau 99virtual race dari aplikasi di HP. One run for two medals. Heheheheehe. Sekitar seminggu setelah batas waktu terakhir submit hasil lari, medali sampai di alamat tujuan.

This slideshow requires JavaScript.

The medal from 99 virtual race’s kind of the best medal from virtual run I’ve ever joined. Segala ada ukiran teks Proklamasi di belakangnya. Awesome!

4 thoughts on “17-08 Raun Raun Kota Medan

      1. Saya pernah ke Medan April 2014, memang megah ya masjid raya dan istana Maimun. Cuma sayang kurang terawat. Antara masjid dan istana kalau melihat foto lama kota Medan itu tanah kosong. Tapi sekarang ada pemukiman padat dan kumuh, dan anehnya nama jalan depan istana bukan nama raja Deli misal. Mungkin kalau disesuaikan dgn kultur aslinya akan lebih baik

        Liked by 1 person

      2. Iyaya. Kalo nggak salah Sultan Deli yang sekarang masih muda banget.
        Kayak di Jogja gitu ya Mas. Masih kerasa atmosfer keratonnya. Yah, walopun sekarang Jogja juga udah banyak mall sih.

        Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.