8 Days Road Trip in New Zealand (Day 0 – Day 2)

Day 0 (17 Maret 2017-18 Maret 2017) – Medan, Kuala Lumpur, Auckland

Pesawat saya dari Medan ke KL adalah hari Jumat jam 17:00. Jarak kantor ke rumah saya sekitar 25 KM, jarak rumah ke Kualanamu sekitar 40 KM. Jadi terpaksa sebelum sholat Jumat udah izin permisi dari kantor. Agak was was juga kalo pesawat ini delay, karena pesawat dari KL ke Auckland malam itu juga jam 23:00. Pesawat saya Malaysia Airlines arrive di KLIA, padahal pesawat AirAsia KL-Auckland dari KLIA2. Saya tiba di KLIA sekitar jam 19:00 waktu Malaysia, alhamdulillah nggak delay. Banyak moda transportasi yang bisa dipake dari KLIA ke KLIA2. Dari pengalaman teman, paling enak adalah naik KLIA Express. Tiket bisa beli di counter dekat stasiun KLIA Express. Satu area dengan KLIA. Tiketnya cuma 2 MYR sekali jalan. Keretanya sekitar 5-10 menit sekali. Perjalanannya cuma 3 menit. Beres di immigration dan kastam, lanjut dan sampai di KLIA2 jam 19:45. Setelah ketemu sama teman teman dari Jakarta dan Balikpapan, kami masih sempat makan malem bareng dulu sebelum melanjutkan buat check in dan masuk ke ruang tunggu. Jam 22:45 kami boarding dan pesawat AirAsia kami terbang menuju Gold Coast sebelum lanjut ke Auckland.
Setelah sekitar satu jam kami transit di Gold Coast, pesawat saya landing di Auckland International Airport sekitar jam 17:00.
Kia Ora, Aotearoa!
Kami cari makan siang (dan malem) di area food court sebelum cari kendaraan buat ke penginapan kami. Tempat kami menginap kami dapat dari Airbnb. Hostnya Sebastian and Raina. Tempatnya hanya 13 KM atau sekitar 15 menit dari airport. Setelah membandingkan harga dan waktu tempuh antara taksi dan bus, akhirnya kami memutuskan naik taksi saja. Dari WhatsApp Sebastian ngasih informasi kalau taksi dari bandara ke tempatnya adalah sekitar 60 NZD. Sedangkan bus satu orang sekitar 7 NZD. Kami harus ganti bus sekali, artinya biaya untuk bus per orang sudah 14 NZD. Ada satu taksi yang direkomendasikan oleh Tante Security yang kami tanya, untuk jarak 13 KM, biaya taksi ini kemungkinan sekitar 40 NZD. Kami hitung hitung lebih murah dari pada kalau kami naik bus. Bahkan lebih cepat. Karena dua kali naik bus, di Google Maps memperkirakan sampai sejam setengah. Setelah kami sampai di tempat penginapan kami, ternyata biaya taksi kami adalah 43 NZD. Lumayan lah. Ibukota New Zealand adalah Wellington, tapi kota terbesar dan terpadatnya adalah Auckland. Bandara dan tempat kami menginap termasuk di pinggir kota, jadi view yang kami dapat bukan keramaian, tapi padang rumput hijau, peternakan, dan bukit bukit. Baru landing kami sudah disuguhi pemandangan seperti ini. Senyum senyum sendiri saya waktu itu, mulai ngebayangin trip yang baru kami mulai besoknya.
Ini adalah tempat kami menginap di Auckland. Tempatnya seru, kecil tapi bersih dan nyaman banget. Ada beberapa kamar yang disewain, kami sempet ngobrol dengan tamu lain dari Jerman. Tapi malah nggak sempet ketemu sama host.

This slideshow requires JavaScript.

Day 1 (19 Maret 2017) – Christchurch, Caslte Hill, Rakaia Gorge

Pesawat kami dari Auckland ke Christchurch adalah pukul 10:00, jadi kami berangkat dari tempat Sebastian and Raina pagi pukul 08:00. Sekarang kami pakai Uber. Waktu dari bandara kemaren udah kami coba pake Uber, tapi nggak ada yang ngambil. Apa sama kayak di Indonesia ya, taksi online nggak boleh ngambil penumpang dari bandara (?).
Pakai Uber sampai bandara cuma 24 NZD! Murahnya ah. Sampai di bandara masih jam 08:30, kami sarapan Dunkin Donuts dan kopi hitam dulu sebelum check in dan masuk ke ruang tunggu dan boarding dengan pesawat Air New Zealand ke Christchurch.
Fun Fact: Air New Zealand has the coolest safety video ever made! Dan safety videonya berganti-ganti, ada temanya. Safety Video yang kami tonton masih bertema Summer walaupun sudah berganti musim ya.
Ini safety video dari Air New Zealand yang kami tonton kemaren.
Pesawat kami landing di Christchurch pukul 11:25. Sedangkan janjian untuk pick up rental car dengan Omega masih jam 13:00. Kami keliling Christchurch Airport untuk cari kartu pos dan sekalian kami kirim.
Tips: Harga Kartu Pos di Christchurch Airport mahal, satu kartu seharga 3.6 NZD. Padahal di sepanjang toko yang kami temui, mereka juga jual kartu pos. Rata-rata harganya cuma 1 NZD, bahkan ada yang jual lebih murah. Untuk mengirim kartu posnya, beberapa toko menjual perangko dan bisa menitipkan ke mereka untuk dikirim. Kalau tidak, di sepanjang jalan banyak kok kami temui kotak pos.
Akhirnya shuttle bus dari Omega datang dan kami dibawa ke depotnya Omega untuk pengambilan rental car kami. Saat tiba di depot Omega, sudah ada Tante Ani dan anaknya Joshua yang nungguin kami. Tante Ani ini adalah Tantenya temen SMA saya. Dikenalin juga karena pas ngobrol sama temen SMA kalo saya mau ngetrip ke New Zealand. Tante Ani dan keluarganya sudah tinggal dan menetap di Christchurch selama 15 tahun. Sebetulnya Tante Ani nitip dibawain sambel botol dari Indonesia, saya sudah siapkan tiga botol buat Tante Ani, tapi sayang ternyata satu botol 119 gram, jadi ketahan di Avsec, harus masuk bagasi.
Kami diajak keliling Christchurch sebentar, diajarin cara isi bensin sampe diajak ke supermarket New World untuk beli persediaan yang perlu kami bawa buat di jalan. Oiya, kalau belanja di New World, minta bikin membercard aja. Lumayan untuk product tertentu dapat diskon. Membercardnya cuma berbentuk kertas aja. New World ada di banyak kota kok.
Sempetin foto dulu sama Tante Ani dan Joshua.
Setelah pisah sama Tante Ani dan Joshua kami makan siang di Pedro’s House of Lamb. Domba panggang dengan ukuran ekstra yang bisa dimakan untuk berdua satu porsinya. Dagingnya lembut, rasanya gurih, tapi nggak tau kenapa menurut saya masih ada sedikti aroma prengus.
Kami beli dua porsi untuk dimakan berempat. Satu porsi seharga 40 NZD. Pedro’s House of Lamb yang kami datengin ini khusus takeaway, karena memang tidak menyediakan tempat untuk makan di sana. Jadi kami cari tempat untuk makan, mampirlah kami ke Hagley Park.
Selesai makan kami cari masjid dulu sebelum mulai perjalanan, sampailah kami di mesjid Al Noor yang kebetulan lokasinya ada di depan Hagley Park persis. Selama kami di New Zealand, ini lah satu satunya mesjid yang kami singgahi. Bukan karena kami malas ke mesjid, tapi memang mesjid di New Zealand jarang banget. Di pulau Selatan, mesjid setau saya cuma ada di Christchurch dan di Dunedin. Di sini kami ketemu Ibu dan anak, mereka orang Indonesia. Anaknya tinggal di Invercargill, Ibunya lagi berkunjung aja.
Kami gerak dari mesjid Al Noor sekitar jam 17:00, menuju ke tujuan pertama kami, Castle on the Hill. Sebetulnya tujuan kami ke Castle Hill ini sedikit melenceng dari itinerary awal kami. Rencananya, tujuan utama setelah dari Christchurch adalah langsung menuju ke Rakaia Gorge dan searah dengan tujuan kami bermalam di Lake Tekapo. Tapi seminggu sebelum kami berangkat, di Instagram kami nemu Castle Hill. Bukit dengan batu batu besar di atasnya, setelah kami pastikan lokasinya, ternyata berlawanan dengan arah tujuan kami semula. Lokasi Castle Hill ada di barat laut Christchurch sejauh 95 KM atau satu jam setengah. Jadi kami harus nambah 3 jam lagi sebelum lanjut ke Rakaia Gorge. Perjalanan menuju Castle Hill adalah kali pertamanya kami disuguhkan pemandangan alam New Zealand yang sebenarnya. Yang kami lihat di sekitar kami hanya padang rumput, bukit-bukit di kejauhan, dan peternakan. Ini adalah pemandangan yang akan menemani kami selama 8 hari keliling New Zealand.
Dari tempat parkir, batu batu di atas bukit sudah kelihatan, perlu jalan sekitar 300 meter untuk sampai ke batu batuan itu. Sepanjang jalan kami nyanyi-nyanyi Castle on the Hillnya Ed Sheeran, karena kebetulan namanya mirip, dan memang lagi sering seringnya diputer lagu itu. Sampai sampai pas kami iseng bikin Insta Story, salah satu dari kami dengan PDnya nyebut tempat ini Castle on the Hill.

This slideshow requires JavaScript.

Jam 18:00 kami berangkat ke Rakaia Gorge dari Castle Hill, matahari tenggelam sekitar jam 19:30, doa kami cuma satu, semoga belum gelap saat kami sampai di Rakaia Gorge. Dan ternyata ketika sampai Rakaia Gorge sudah gelap. Ada trekking sekitar 10 KM atau 3-4 jam return di Rakaia Gorge ini, rencana awal kami memang cuma mampir di camping groundnya sih, melihat view sungai dengan jembatan di atasnya, nggak cukup kalau sampai trekking 3 jam. Tapi karena gelap, kami akhirnya cuma mampir ke toiletnya aja.
Saya tarik mundur beberapa menit ya. Memang kami sampai di Rakaia Gorge sudah gelap, tapi sebelum sampai di Rakaia Gorge kami sempat berhenti di rest area setelah kota Windwhistle. Kami berhenti di sini tiba tiba aja, karena langitnya oey! Merah menyala. Mampirlah kami sebentar buat menikmati langit senja seindah ini.

This slideshow requires JavaScript.

Perjalanan dari Rakaia Gorge sampai penginapan kami di Lake Tekapo lumayan jauh, sampai 2 jam setengah. Perjalanan kami ini ditemani langit yang penuh bintang, makin nggak sabar kami sampai di Lake Tekapo. Karena Lake Tekapo terkenal dengan tempat dengan polusi cahaya yang sangat rendah, bahkan aurora australis bisa keliatan juga saat winter. Di Tekapo ada observatory dan night tournya juga: Mt. John Observatory. Kesana? Enggak. Kenapa? Karena ketika jam 22:00 kami sampai di  Lake Tekapo malah berawan. Orang-orang yang ngumpul di Church of the Good Shepherd, berharap bisa dapet foto gereja ini dengan latar belakang milky way, cemberut semua.
Di penginapan ini kami dapat tempat dengan tingkat perkembangbiakan laron yang sangat tinggi. Banyak banget, karena shared bathroom, kami harus matikan lampu dulu setiap mau keluar kamar buat ke kamar mandi, biar laron laron ini nggak masuk kamar. Bahkan pertama kali kali kami masuk kamar, kamar udah penuh laron. Harus kami pancing dulu pake sinar HP di luar kamar, kamar dimatikan, semua laron keluar, baru kami tutup pintu kamar.
Ada yang aneh menurut kami, begitu masuk area penginapan,sinyal HP ilang semua. WiFi bayar, handuk bayar, air panas untuk shower pun bayar 2 NZD setiap 10 menit.

Day 2 (20 Maret 2017) – Lake Tekapo, Church of the Good Shepherd, Lake Pukaki, Mt. Cook, Hooker Valley Track, Lake Ruataniwha

Pagi hari kami sempatkan jalan jalan di sekitar Lake Tekapo sebelum check out dan mampir ke Church of the Good Shepherd. Sudah rame ternyata, bahkan ada beberapa orang yang foto prewed, segala bawa gaun panjang. Lokasi Church of the Good Shaphard ini berada di sebelah Lake Tekapo, sekitar 50 meter dari gereja ada patung anjing Mackenzie. Kalau nggak salah anjing ini adalah anjing penjaga gembala domba dari John Mackenzie, peternak pertama di Tekapo.

This slideshow requires JavaScript.

Sekitar jam 09:00 kami meninggalkan Church of the Good Shepherd dan melanjutkan perjalanan kami ke Lake Pukaki. Untung waktu belanja di Christchurch kami beli roti gandum. Dari kami berempat cuma saya yang doyan, yang lain bilang rasanya aneh. Jadilah roti gandum ini menu sarapan saya sepanjang jalan menuju Lake Pukaki.
Perjalanan dari Lake Tekapo ke Lake Pukaki memakan waktu 45 menit (63 KM). Sesampainya kami di Lake Pukaki masih agak mendung, jadi warna danau masih gelap. Kami mampir sebentar ke pinggiran danau. Ada beberapa orang yang camping, dua orang malah nyemplung ke danau. Padahal udaranya dingin banget, pagi hari suhu masih sekitar 10°C. Cuma sebentar kami di Lake Pukaki, kami melanjutkan perjalanan ke arah Mount Cook. Sekitar 10 menit kami berkendara, kami mampir di Peter’s Lookout. DI sini Lake Pukaki baru kelihatan luar biasa indahnya, mungkin karena matahari juga mulai keliatan. Dari Peter’s Lookout ini kita bisa melihat view Lake Pukaki yang biru banget, dan dikelilingi bukit bukit. Dan yang paling menarik adalah pemandangan di sebelah kiri kami, ada Mount Cook, gunung tertinggi di New Zealand yang menjulang dengan puncaknya yang tertutup salju. Sekitar 20 menit kami menikmati view di Peter’s Lookout sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke Mt. Cook.

This slideshow requires JavaScript.

Kami sampai di Aoraki Mount Cook Village sekitar jam 10:15. Yang pertama kami cari adalah tempat makan. Temen-temen belum sarapan, dan saya pun juga masih laper sebetulnya. Kami memutuskan untuk makan di The Old Mountaineer’s Cafe. Cafe ini punya jendela gede dan view langung ke Mt. Cook. Awesome! Masih keinget gimana saya dan travelmates di Jepang sempat nunggu sejam lebih cuma buat nungguin awan lewat yang nutupin Gunung Fuji, cuma pingin lihat view gunung yang ada puncak esnya. Sekarang, Mt. Cook sebesar ini ada di hadapan saya. Cakep! Rasa makanannya sih standar ya menurut saya, tapi viewnya yang bikin tempat ini saya rekomendasiin. Dari pada di luar dingin, berangin, lebih enak duduk duduk ngopi di dalem. Harga makanan cafe/restaurant di New Zealand hampir semua sama. Sekitaran 17-23 NZD. Mahal ya? Iya.
Selesai kami mengisi perut dan istirahat, kami ngelanjutin perjalanan lagi. Dari Aoraki Mount Cook Village kami menuju ke Hooker Valley Track. Nggak jauh, sekitar 15 menit sampai. Sebelum mulai trekking, jangan lupa persediaannya ya. Ada drinkable air dari keran yang bisa dipake buat refill botol. Oiya, bisa atau tidak air keran langsung diminum, tergantung ya. Kalau di hotel-hotel biasanya bisa langsung diminum. Tapi kalau yang kita temuin di jalan-jalan atau di restarea, biasanya ada pemberitahuannya, bisa langsung diminum atau enggak air itu. Kalau nggak ada pemberitahuannya, ya… berdoa saja.
Hookery Valley Track adalah walking track dengan fitness level: Easy. Jalannya nggak nanjak, panjang sampai Lake Hooker adalah 13 KM dengan waktu tempuh sekitar 2-3 jam. Kami ngelewatin tiga jembatan gantung. Dibandingkan turis lain yang juga trekking di sini, kami termasuk yang banyak istirahat, banyak berhenti untuk foto, sempet juga keluar jalur track buat duduk duduk dia atas batu sungai, foto foto lagi. Prinsip saya dari dulu ketika travelling adalah nggak usah buru buru, kita nikmati saja. Saya selalu bikin itinerary, ketika tiba H-1, kita list mana tempat tempat yang harus kita kunjungin, dan mana yang kira kira bisa ditinggal seumpama karena waktu yang mepet harus ditinggal. Jadi enjoy aja.
Akhirnya sampai kami di Lake Hooker. Di sini danau terbuat dari Hooker Glacier yang mencair, jadi masih banyak bongkahan es di sekitaran danau, banyak juga yang hanyut. Kami jadi berimajinasi kalo ada Avatar Aang di salah satu bongkahan es itu. Hahahaha.
Setelah sampai tempat parkir, kami istirahat dulu, sholat, kalo saya sih masih bisa sambil nyemilin roti gandum dari New World Christchurch. Nggak lupa ngerefill air minum, baru kami gerak lagi ke tujuan berikutnya sekaligus tempat bermalam: Twizel.
Eits, sebelum kami lanjut ke Twizel, kami nyempetin balik lagi ke Lake Pukaki. Ini sih ide saya sih sebenernya, karena pas pagi kami dapet view Lake Pukaki kurang nendang, warna danaunya aja masih abu abu gelap. Setelah ngerayu temen temen, akhirnya kami balik lagi ke Lake Pukaki. Sebetulnya rute dari Mt. Cook ke Twizel memang harus balik lagi ke Pukaki sih.
Kali ini kami dapat view Lake Pukaki yang keren banget. Danaunya biru, langitnya cerah banget, hampir nggak ada awan, mataharinya pun terik!
Sebelum kami lanjut ke Twizel, kami mampir lagi. Ada bendungan di sebelah kiri Lake Pukaki, namanya Pukaki High Dam, yang nyambung ke River Waitaki.

This slideshow requires JavaScript.

Kami berangkat dari Pukaki menuju Twizel sekitar jam 18:00. Dan sampai di Twizel sekitar jam 18:30 karena memang dekat. Cuma 10 KM. Kami check in di motel dan nyempetin belanja untuk makan malem dan sarapan besok di supermarket dekat motel kami, Four Square.
Setelah belanja kami nemu restaurant makanan Thailand, namanya Jasmine Thai Restaurant. Begitu senengnya kami lihat ada menu nasi yang mereka jual. Kami makan sate ayam dan tom yam. Pas kami makan di situ ada rombongan biksu dari Thailand. Satu diantaranya ngajak ngobrol kami, yang ternyata dia bisa sedikit sedikit bahasa Indonesia.
Setelah check in di motel, karena hari belum gelap kami memutuskan mampir ke danau dekat Twizel, Lake Ruataniwha. Cuma ada kami berempat di danau ini. (Baru tau kalo ternyata ini adalah danau buatan), dan termasuk main spot untuk olahraga dayung.
Suhu sekitar 13°C, dan kami memutuskan untuk nyemplung! Padahal anginnya dingin banget, kami nggak tahan aja lihat danau dengan view sebagus ini. Korbannya adalah saya dan Prayoga, yang memang kelewat semangat buat nyemplung di danau ini. Begitu kami buka baju, nyemplung, nggak ada 10 detik kami langung belarian keluar danau. Freezing! Saking dinginnya seluruh badan kerasa mati rasa, kebas. Kulit kerasa kayak tebal. Si Adityo yang udah buka baju akhirnya cuma nyeplungin kaki terus nyengir nyengir aja dia sambil pake baju lagi.
Di dekat Lake Ruataniwha ada taman kecil, ayunan, jungkat-jungkit, duduk-duduklah kami di sana sekalian nunggu gelap. Matahari pas momennya tenggelam. Memang nggak dapet view sunset, tapi langit di bagian timur keliatan ngebelah. Antara warna peach pastel, dengan biru gelap mau malam.

This slideshow requires JavaScript.

Begitu mau gelap, kami balik ke motel buat makan malem. Hari kedua ini kami masak sendiri, karena harga di tempat makan harus keluar paling nggak 18 NZD. Menu makan malem kami telur rebus sama sosis vegetarian rasa daging. Sedih amat ya. Karena kami cek semua sosis pasti ada campuran daging babinya, jadi kami pilih yang aman aja. Lumayan sih, rasa daging. *poker face* Temen temen beli Indomie juga buat makan malem, 4 biji seharga hampir 6 NZD. Malem itu saya masih gigih buat nggak makan Indomie, jadilah saya masih makan roti gandum sisa kemaren. Hehehehehe..
Selesai mandi saya kepikiran langit yang seharian tadi cerah tanpa awan, iseng kami cek langit malam di luar kamar motel. Dan bintang! Ribuan, atau bahkan jutaan di atas kami. Karena nggak sempat kami menikmati langit penuh bintang waktu di Lake Tekapo, kami langsung ganti baju, ambil headlamp, dan menuju Lake Ruataniwha lagi.
Sampai di dekat Lake Ruataniwha, kami keluar dari mobil, suhu mungkin udah di bawah 10°C, anginnya juga kenceng banget. Mobil kami matikan, dan tinggal pencahayaan dari headlamp kami. Kami berempat berdiri berjejer di samping mobil, dan kami matikan headlamp.
Malam itu, adalah kali pertamanya saya melihat langit dengan bintang terbanyak dalam hidup saya. Tidak ada cahaya lain selain jutaan titik titik indah di seluruh langit, tanpa awan, tanpa bulan. Yang saya rasakan, seakan cuma ada saya sendiri dan langit yang penuh bintang.
Sayangnya, photographer kami belum ada yang ngerti cara moto milky way. Udah sempat googling, tapi tetep nggak kelihatan.
Yasudah.. dinikmatin mata sendiri.
Ada sekitar 20 menit kami berdiri saja di situ menikmati langit malam di atas Lake Ruataniwha, akhirnya kami balik ke motel karena dinginnya malam udah nggak bisa ditahan lagi.
Day 3 – Day 5
Day 6 – Day 8

21 thoughts on “8 Days Road Trip in New Zealand (Day 0 – Day 2)

  1. mas akbar, taxi yg di CHC airport itu pakai argo apa gmn? nama taxinya apa ya yg murah? aku mau nginep sekitaran 3 km dr airport itu kira2 brpa ya cost taxinya? soalnya airport shuttle hotel cm sampai jam 19.30 aja

    Like

    1. Halo Mbak Nia. Kalo nama taksinya kok kami lupa ya. Banyak macemnya, nanti kalo mau tanya aja sama security, mana yang kira kira paling murah. Dan pake argo kok. Nanti coba nyalain Uber dulu ya, siapa tau ada yang pick up. Kami udah nyoba tapi nggak ada yang ambil, pas balik ke airport yang dapet, costnya jauuuh lebih mudah dari pas arrivenya.
      Untuk cost 3 kilo pasti lebih murah dari kami. Kami sekitar 13 kilo aja 43 NZD, mungkin kalo 3 kilo aja sekitar 20an ya? Asumsi ada biaya minimalnya. Kami pakai taksi ketika di bandara Auckland karena di Christchurch kami dijemput rentalan mobil. Tapi saya kira nggak beda jauh rate taksinya.

      Like

      1. oiyaa di AKL ya itu.. btw mas, apa ada toll fee? Kok aku baca2 ga ada ya orang ngomongin bayar toll. klo ada pake ERP atau apa ya?

        Like

  2. Halo Mas Bardiq. Mas aku mau tanya waktu transit di goldcoast pakai Airasia kan cm 75 menit, apakah juga isi kartu kedatangan dulu sebelum discreaning ? Terus seandainya bawa obat (pny sakit maag, jd hrs siap obat), kita declare, apa waktunya cukup, sedangkan kita uda diburu hrs boarding lagi secepatnya. Kalau waktu transitnya agak lama sih gpp mau diperiksa juga, toh kita jg declare kok. Gimana ya mas? Apakah wkt itu mas jg bawa obat2an? Bagi dong pengalamannya, mas. Terima kasih sebelumnya

    Like

    1. Halo Ing. Saya coba bantu jawab yes.
      Iya sama kok flight kita, transit di Gold Coast sekitar 60-90 menit. Waktu itu kami tidak diminta ngisi form apa apa. Begitu landing, langsung diminta ke terminal transit, screening badan dan barang bawaan. Lalu langsung masuk ke lounge transit ada banyak gate jadi harus teliti untuk penerbangan kamu ada di gate berapa.
      Untuk obat pribadi saya bawa kok, bawa aja obat obatan yang kamu perluin. Dan diminta untuk declare ketika udah landing di Auckland. Dan nggak ada masalah bawa obat karena kita declare dan obat-obatan pribadi kayak parcetamol, obat diare. Kalo misalnya ada obat-obatan yang termasuk nggak boleh masuk New Zealand, asal kita udah declare nggak kena denda. Cuma disita/dimusnahkan.
      Hope it helps Ing.

      Like

  3. Baaanggg, pengen liat bintangnyaaa. Upload aja gpp meski cuma difoto gitu aja 😀

    Jadi hari pertama di Auckland cuma numpang tidur ya buat besoknya ke Christchurch? Gue sama kayak lu, traveling nggak buru-buru. Tahun 2014 gue masih kayak gini, tahun 2015 udah mulai selow. Traveling dalam kondisi capek dan ngantuk itu nggak enak banget, merusak mood.

    Sedikit koreksi, namanya Church of The Good ShEphErd, ini memang nama yang lazim dipakai oleh gereja-gereja. Ya kalo di sini mungkin kayak Masjid Al-Barokah.

    Pemandangannya cakep banget! NZ ini kayak Sumba, ya. Kayaknya gue udah hafal nih selera traveling lu xD #soktau

    Liked by 1 person

    1. Beneran nggak bisa nangkep kamera kami waktu itu. Skillnya masih kurang kurasa Mas.

      Iya betul, karena flight kami dapet tiketnya landing di Auckland, sedangkan tujuan utama buat explore Pulau Selatan, jadi setelah sore landing, istirahat semalem baru besok paginya lanjut penerbangan domestik dari Auckland ke Chirstchurch Mas.
      Iya, sekarang kalo traveling ya tetep bikin itin rinci sih, tapi selalu dibuat mana yang utama, mana juga yang bisa dilewatin kalo ternyata waktu nggak memungkinkan.

      Oh I see. baru tau kalo penulisannya ‘E’nya kapital. Makasih Mas.

      Like

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.